Dengan QR Code para wisatawan mendapat informasi tanpa perlu berinteraksi dengan petugas maupun pemandu wisata. Bentuk wisata aman di masa pandemi.
Sejak awal 2021 hingga akhir Februari lalu, pengelola Taman Nasional (TN) Kelimutu di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, menutup kawasan tersebut dari kunjungan publik. Kebijakan tersebut sebagai antisipasi dan pengendalian dari pandemi Covid-19 di wilayah NTT yang meningkat lagi di akhir 2020 dan awal tahun ini.
Selama penutupan, pihak balai melakukan pembersihan areal wisata, penyemprotan disinfektan, dan memperbaiki sarana-prasarana. Namun demikian, di sela-sela penutupan aktivitas wisata di Taman Nasional Kelimutu, Balai Taman Nasional Kelimutu kini tengah mengembangkan QR Code Interpretasi sebagai aplikasi pemanduan wisata digital mandiri.
Pengembangan QR Code Interpretasi ini dilakukan staf di Balai TN Kelimutu untuk membantu dan memudahkan wisatawan mengetahui berbagai informasi seputar spot-spot wisata di TN Kelimutu. Baik berupa situs alam, situs budaya, maupun situs sejarah yang ada di TN Kelimutu.
Sistem kerja dari QR Code yaitu pengunjung melakukan scan pada kode batang (barcode) dan akan terhubung ke tautan narasi di laman TN Kelimutu yang memuat penjelasan detail berbagai informasi di kawasan Kelimutu.
Informasi apa saja yang disajikan di aplikasi ini? Mulai dari sejarah Taman Nasional Kelimutu, informasi geologi tentang tiga kawah warna Kelimutu, ragam flora-fauna, serta pernak pernik budaya setempat. Informasi yang disajikan ini terdiri dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris.
Adanya pengembangan QR Code Interpretasi di tengah pandemi, menurut Kepala Balai Taman Nasional Kelimutu, Persada Agussetia Sitepu, diharapkan membantu masyarakat untuk mencegah penyebaran virus SARS COV-2. Pasalnya, para wisatawan dapat secara mandiri mencari informasi tanpa perlu berinteraksi dengan petugas maupun pemandu wisata.
Sejauh ini, aplikasi QR Code Interpretasi sudah terpasang di 12 titik lokasi spot areal wisata TN Kelimutu, yaitu di Gerbang Loket, Pere Konde, Arboretum, Museum Rumah Adat, Pesanggrahan Belanda, Anjungan Garugiwa, Danau Atapolo, Danau Nuwa Muri Koofai, Ekosistem VR, Areal patika, Danau Atambupu, dan terakhir tugu di puncak Gunung Kelimutu.
Bagi Balai Nasional TN Kelimutu, periode ini merupakan tahap awal, dan akan terus dikembangkan QR Code ini baik dengan menambah objeknya maupun memperbaiki teknik penyajiannya.
Pengembangan ini merupakan sebuah inovasi dan adaptasi fasilitas wisata dari situasi pandemi maupun sesudahnya. Kawasan konservasi Kelimutu yang mempunyai 5.356,50 hektare ini, menjadi taman nasional yang paling kecil luasnya dari 54 Taman Nasional yang dimiliki Indonesia saat ini.
Meski begitu, TN Kelimutu menjadi satu-satunya gunung api di Indonesia yang memiliki danau kawah lebih dari satu dengan warna yang berbeda-beda. Pesona ketiga danau dengan lanskap alamnya inilah yang membuatnya mendunia. Termasuk spot bagi pelancong menyaksikan keindahan matahari terbit (sunrise) dari puncak Kelimutu.
Kelimutu sendiri merupakan nama dari salah satu dari dua puncak gunung tertinggi dalam kawasan konservasi, yakni Gunung Kelimutu (1.690 mdpl) dan Gunung Kelibara (1.731 mdpl).
Lanskap alamnya yang unik dan memesona, tidak lepas dari aktivitas vulkaniknya yang terjadi sejak jutaan tahun yang lalu. Hingga saat ini, geliat aktivitasnya tersebut pun masih terjadi. Inilah yang membuat ketiga warna air danau berbeda dan berubah-ubah. Sulit untuk ditebak. Yang sebelumnya berwarna merah bisa berubah menjadi hijau. Begitu pun sebaliknya. Tidak hanya itu, tanaman vaccinium (Vaccinium variangevolim) yang tumbuh dominan di sekitar danau, akan mengering begitu Kelimutu menggeliat.
Ada kawasan arboretrum hutan di TN Kelimutu seluas 4,5 hektare yang menyimpan koleksi keanekaragaman flora kawasan pelestarian alam ini. Di situ dapat mempelajari berbagai perwakilan jenis pohon di TN Kelimutu. Tercatat lebih dari 100 spesies flora tumbuh dan berkembang di Kelimutu. Dua jenis di antaranya merupakan endemik, yakni Uta Onga (Begonia kelimutuensis) dan Turuwara (Rhondodenron renschianum).
Untuk faunanya, dari beberapa jenis yang endemik Flores, seperti burung Gerugiwa (Monarcha sp). Keunikannya, Gerugiwa memiliki 11 suara yang berbeda.
Selain itu, sesudah mendaki, kamu juga dapat melihat rumah khas tradisional Flores, budaya dan rumah adat beberapa desa penyangga TN Kelimutu, mengunjungi pesanggrahan Belanda yang merupakan bangunan peristirahatan dan persinggahan pegawai pemerintah Hindia Belanda, saat menyambangi Danau Kelimutu. Masyarakat juga bisa berkunjung ke Pere Konde – tempat yang dipercaya masyarakat Suku Lio sebagai pintu masuk arwah menuju kawah Kelimutu.
Sampai saat ini, nilai-nilai kesakralan leluhur Kelimutu, masih dijaga oleh masyarakat Lio. Salah satunya, melalui Patika Do’a Bapu Ata Mata – ritual memberikan makan arwah leluhur di Situs Pati Ka di areal kawasan danau tiga warna, yang dipimpin seorang Mosalaki.
Penulis : Kristantyo Wisnubroto Redaktur : Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari