PROSESNEWS.ID – Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menggelar rapat dengan kelompok kerja (Pokja) pengadaan barang dan jasa Biro Pengadaan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Aula Rujab, Kamis (3/6/2021). Forum ini lebih banyak mendengarkan curhatan hati “curhat” pokja yang bekerja dengan beban kerja yang tinggi.
Gubernur Rusli memberi kesempatan salah satu perwakilan anggota pokja untuk menyampaikan argumen dan sarannya. Richi Abdullah kasubag Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa menjelaskan tentang kondisi personil dan beban kerja yang harus mengelola 171 paket tender dan 1.063 non tender yang dikerjakan oleh 18 orang.
“Memang keterbatasan kami pak, harus mengelola 171 paket lelang dan kurang lebih 1.063 non tender. Jadi ada double job juga di sana, sebagian dari 18 orang ditugaskan di OPD sebagai pejabat pengadaan. Berikutnya pada saat review pelaksanaan banyak dari OPD belum maksimal dan perlu lagi kajian dari pokja,” jelas Richi.
Pokja pengadaan di Pemprov Gorontalo hanya memiliki tujuh pejabat fungsional pengadaan. Akibatnya, tujuh dari sembilan pejabat struktural di Biro Pengadaan ikut masuk dalam tim pokja. Selebihnya ada empat orang staf sehingga totalnya menjadi 18 orang.
Dirinya diminta memberikan saran apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja pokja pengadaan. Ia mengusulkan untuk penambahan personil pengadaan barang dan jasa serta menyesuaikan insentif bagi pokja dengan nominal yang “laik”.
“Mewakili teman teman pak, jadi mungkin ada penambahan personil pak karena kami merasa sudah cukup overload. Kedua, mungkin perlu penyetaraan (tunjangan) karena beberapa kali diskusi dengan Stranas KPK bahwa TPP perlu diperbaiki. Untuk nilai kami terserah pak,” tuturnya sambil malu-malu.
Gubernur Rusli menilai apa yang disampaikan anak buahnya ada benarnya. Secara jumlah, pegawai yang mengurusi pengadaan barang dan jasa di Gorontalo tidak ideal. Begitu juga dengan jumlah insentif yang diterima dipandang belum sebanding dengan kinerja dan risiko yang dihadapi.
“Jadi kesimpulannya diklat pengadaan barang dan jasa segera dilaksanakan dan TAPD carikan anggarannya. Honor atau apa namanya dicarikan solusinya (untuk dinaikkan), rumusannya bagaimana dikaji agar tidak melanggar aturan,” kata Rusli.
Diketahui pokja pengadaan saat ini menerima insentif bervariasi mulai Rp5 juta untuk ketua, Rp4 juta untuk sekretaris dan Rp3 juta untuk anggota per bulan. Insentif itu diluar tunjangan kinerja daerah (TKD) berdasarkan jabatan baik struktural maupun fungsional.
Peningkatan insentif bagi pokja pengadaan pernah disanggupi Rusli saat menggelar rapat koordinasi dan evaluasi dengan Korsupgah KPK beberapa waktu lalu. Salah satu rekomendasi saat itu untuk meningkatkan nilai insentif di angka Rp10 juta.
Hal tersebut juga direkomendasikan oleh Inspektur Daerah Sukril Gobel. Menurutnya, bidang pengadaan barang dan jasa masuk salah satu indikator monitoring center for prevention (MCP) pencegahan korupsi. Indikator kuantitas SDM serta insentif bagi pokja pengadaan masih berada di angka sekitar 72 persen.