PROSESNEWS.ID – Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo Wahyudin Katili memberikan klarifikasi dari persoalan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Siswa SMA/SMK di Gorontalo yang banyak mendapatkan keluhan dari orang tua siswa.
Terkait dengan sistem, dari sekian sekolah yang ada di Gorontalo, bahwa setiap wilayah desa dan kelurahan masuk dalam wilayah Zonasi, yang sebelumnya sempat terlewatkan.
Didalam sistem terdapat tiga pilihan sekolah, pertama dan kedua adalah SMAN, sementara yang ketiga adalah SMK.
“SMK ini sangat perlu dengan tujuan memberikan pemerataan dalam penyebaran siswa, jangan hanya terfokus di satu sekolah unggulan saja,” kata Wahyudin Katili, Selasa (30/6).
Menurutnya, saat ini hanya sekolah tertentu saja yang mendapatkan dana BOS lebih besar, sebab dana BOS tergantung dari berapa jumlah siswa pada satu sekolah.
Berikutnya, yang menjadi keperihatinan Diknas, sebelumnya memang telah terjadi penambahan kuota Rombongan Belajar (Rombel) di sekolah tertentu.
Kalau tidak dibatasi, minimal 12 Rombel, maka yang terjadi Diknas dianggap tidak patuh, maka DAK tidak akan disalurkan disekolah itu, kedua sertifikasi kepada guru yang bersangkutan tidak akan dibayarkan.
“Jadi efeknya sangat besar, apakah kita akan korbankan sekolah demi menampung Rombel disetiap sekolah unggulan,” jelasnya.
Terkait dengan adanya siswa yang jaraknya jauh tapi bisa masuk disekolah tertentu atau unggulan, sementara yang jaraknya dekat tidak terterima, perlu diketahui bahwa ini untuk pemerataan siswa.
Contoh SMAN 1 Kota Gorontalo, wilayah Zonasinya terlalu luas, seperti Kelurahan Talumolo dan Leato sementara disana tidak ada SMA.
“Memang ada siswa yang jarak rumahnya dekat dengan sekolah misalnya SMAN 1, namun kami masukkan kedalam Zonasi yang agak jauh, seperti SMAN2. Hal ini dimaksud agar sekolah itu (SMAN2) bisa merekrut lebih banyak Siswa dari Zonasi yang lebih luas,” urainya.
Ia mengatakan ada yang coba mengakali sistem PPDB, misalnya, dia alamat rumahnya di Kabupaten, namun dia memilih wilayah sekolah yang berada di Kota Gorontalo.
“Mereka tidak tahu kalau sistem akan mengunci dan terjebak didalam pembagian zonasi, sehingga tidak ada pilihan sekolah tersebut,” tegasnya.