SKB yang mengatur kerja sama Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian LHK pada kasus karhutla telah diterbitkan. Penyidik PNS mendapat tempat. Polri siap bertindak tanpa kompromi.
Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau, Kamis (20/5/2021). Fokusnya ialah meninjau kesiapan Polda Riau menghadapi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang menjadi bahaya laten bagi Provinsi Riau. Dari tahun ke tahun, Riau menyumbang bagian yang cukup besar untuk angka karhutla nasional.
Di Markas Polda Riau, Pekanbaru, Komjen Gatot Eddy disambut Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi, yang disertai Forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), termasuk Gubernur Syamsuar. Wakapolri yang kelahiran Riau ini tampak bersemangat mengikuti paparan Kapolda dan Gubernur Riau tentang langkah-langkah pencegahan karhutla.
‘’Melihat kesiapan para pimpinan daerah melakukan antisipasi, saya optimis karhutla di Riau akan lebih terkendali,’’ kata Konjen Gatot Eddy Pramono. Ia pun mengaku puas melihat kesiagaan Polda Riau menyiapkan peralatan peralatan, logistik, personel, termasuk penyidik untuk urusan pidananya. ‘’Sebentar lagi kita memasuki kemarau, perlu kewaspadaan dari kita semua agar karhutla tak terjadi lagi,’’ katanya dalam arahannya di depan Forkopimda Riau.
Secara khusus Wakapolri mengapresiasi inisiatif dari Kapolda dan Gubernur Riau membuat aplikasi berbasis foto satelit yang berguna untuk memonitor munculnya titik-titik api di lapangan. ‘’Aplikasi ini sangat berguna untuk melakukan antisipasi secara dini,’’ katanya pula.
Kunjungan kapolri ke sejumlah mapolda, termasuk Riau, tak lepas dari terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Penegakan Hukum Terpadu Tindak Pidana Karhutla. SKB ini secara serentak diteken oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Penandatanganan dilakukan di Mabes Polri Jakarta pada 6 Mei lalu, disaksikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Mahfud MD menyatakan, perlu penegakan hukum terpadu dalam penanggulangan karhutla, hal yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Maka dari itu, menurut Mahfud, penanganan karhutla juga berarti melibatkan banyak pihak.
“Masalah karhutla itu tidak semata-mata menyangkut satu bidang hukum, semisal Polri saja, tapi terkait dengan hukum administrasi, dapat terkait juga dengan hukum perdata, semuanya harus ada penegakan hukumnya,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Jumat (7/5/2021).
Bagi Menteri LHK Siti Nurbaya, SKB ialah upaya terpadu membangun komitmen dan sinergi, sebagai langkah responsif dan proaktif dalam penegakan hukum lingkungan. Ia merujuk ke Pasal 95 Ayat (1) UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 18/PUU-XII/2014. Pasal itu memberi pijakan hukum untuk kerja sama penyidik pegawai negeri sipil (PNS) dengan penyidik Polri serta Kejaksaan.
Ketentuan itu ialah wujud hadirnya negara dalam upaya melestarikan lingkungan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat melalui langkah-langkah yang profesional dan berintegrasi. Siti pun mengatakan, kewenangan pada masing-masing instansi tidak berarti mendorong penegakan hukum bergerak sendiri-sendiri.
‘’Penegakan hukum harus dilakukan secara bersama, saling dukung, dan terintegrasi agar menjadi langkah efektif untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, khususnya karhutla,’’ ujar Menteri LHK Siti Nurbaya.
Kejadian karhutla masif di 2015, menurut Siti Nurbaya, telah memberikan pelajaran yang kemudian hari menjadi acuan untuk menyusun operasional kerja. Mulai dari tataran kebijakan hingga di tingkat tapak/lapangan. ‘’Sampai kemudian terbit Inpres nomor 3 tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan oleh Presiden Jokowi,’’ ujarnya pula.
Siti pun mengungkapkan, aspek pencegahan dan pengendalian yang menjadi strategi dalam penanganan karhutla adalah hal penting. Namun, penegakan hukum pun disebutnya sebagai faktor kunci yang sangat penting.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, pascaterbitnya Inpres nomor 3 tahun 2020 pihaknya telah menginstruksikan kepada jajaran di daerah agar meningkatkan koordinasi antaraparat penegak hukum dan mengoptimalkan langkah penegakan hukum dalam upaya penanganan tindak pidana karhutla. Jaksa Agung juga meminta jajarannya untuk menggelar pelatihan gabungan guna meningkatkan kapasitas dan sinergitas dalam penanganan tindak pidana karhutla.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menyatakan siap mendukung upaya penanggulangan karhutla, baik mengendalikan api di lapangan maupun penegakan hukum. ‘’Polri siap bekerja sama melakukan penegakan hukum terpadu untuk menimbulkan efek jera. Sesuai arahan Presiden Jokowi, agar dilakukan penegakan hukum yang tegas tanpa kompromi,’’ ujar Kapolri.
Ancaman Pidana
Karhutla merupakan masalah laten di Indonesia yang meruak sejak 1970-an. Sebagian kasus karhutla adalah karena kesengajaan oleh mereka yang ingin melakukan pembukaan lahan (land clearing) dengan cara membakar belukar dan tegakan hutan di dalamnya. Biaya sangat murah. Tapi, sering kali api tak terkendali dan menimbulkan bencana kebakaran pada skala luas.
Dalam UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, membakar hutan itu dilarang (Pasal 22 Angka 24) yang mengubah aturan Pasal 69 Ayat (1) Huruf h UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Para pemegang izin kehutanan yang bertanggung jawab atas lahan garapannya dan harus melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan amukan api. Ancaman pidananya minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara.
Namun, ketentuan ini ada pengecualian bagi masyarakat yang melakukan pembukaan lahan dengan memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal itu merujuk, antara lain, pada luas lahan garapan, tanaman yang dibudidayakan, serta penyediaan sekat untuk pembatasi api agar tidak menjalar.
Pelarangan pembakaran hutan itu juga ada dalam UU nomor 41 tahun 2009 tentang Kehutanan, juga UU nomor 39 tahun 2014. Sejumlah perda juga melarangnya. Dengan kian rapatnya pagar pembatas itu, ditambah situasi pandemi, pada 2020 luas area karhutla susut 82 persen dari 2019, dan jumlah hotspot-nya turun 91 persen.
Pada 2021, pelaksanaan SKB itu akan diuji karena karhutla adalah “tradisi buruk’’ pelaku usaha kehutanan sejak lama. Pada 2021 karhutla masih terjadi. Sampai pertengahan Mei 2021, menurut data monitoring SiPongi di Kementerian LHK, karhutla di Riau sudah memakan 6.466 ha dan di Kepulauan Riau 1.561 ha.
Dua kawasan laten karhutla lainya, yakni Jambi dan Sumatra Selatan, masih di bawah 100 ha. Karhutla yang cukup besar ada di Kalimantan Barat, yakni 13.968 ha.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari