Gorontalo

BLT ; Polemik Primadona di Tengah Pandemi Virus Corona

Miftahul Afdal

Catatan : Miftahul Afdal

WABAH virus corona masih terus menghantui negara di dunia, tak terkecuali di Indonesia, hampir 4 bulan sudah Indonesia masih berkelut dengan wabah virus corona.

Sejak masuk awal bulan Februari yang dikonfirmasi dua warga Indonesia positif virus corona akibat terjangkit dari WNA asal Jepang, hingga kini kasus virus corona di Indonesia terus meningkat.

Berdasarkan data virus corona di Indonesia yang disampaikan oleh juru bicara pemerintah untuk penganan virus corona, Achmad Yurianto, secara keseluruhan per Kamis ini, kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 973 dalam 24 jam sejak Rabu (20/5/2020) pukul 12.00 WIB. Sehingga total 20.162 kasus Covid-19.

Tentu saja, dampak dari virus corona berpengaruh terhadap aspek ekonomi, sosial, dan juga politik. Tidak sedikit masyarakat yang terdampak kehilangan pekerjaan dan harus pulang kampung untuk tetap bertahan hidup.

Bukan hanya mereka yang berada di Kota saja merasakan dampak dari virus corona, tapi juga di Desa, dimana produksi petani kian melambat dan mengurangnya daya beli di masyarakat.

Sehingga, Pemerintah harus memutar otak berupaya untuk mengantisipasi dampak virus corona yang merembes kepada sendi penghidupan masyarakat, baik ditingkat Desa maupun Kota.

Bantuan Pemerintah Di Tengah Pandemi Virus Corona

Beragam bantuan dari Pemerintah ditengah pandemi virus corona telah tersalurkan, misal ada PKH, BPNT, BST Kemensos, BLT APBD, Sembako APBN dan APBD.

Diantara beberapa bantuan dari Pemerintah yang cukup menjadi perhatian ditengah-tengah masyarakat yaitu dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan besaran manfaat yang diterima yakni Rp.600.000 per KK dengan bertahap selama 3 bulan.

Dana BLT tersebut, dialokasikan melalui dana desa di masing-masing wilayah. Berdasarkan data yang dihimpun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat sudah mencairkan bantuan langsung tunai (BLT) dana desa kepada 167.676 kepala keluarga (KK) di 8.157 desa yang tersebar 76 kabupaten se-Indonesia.

Pengalokasian dana desa untuk BLT disesuaikan dengan situasi dan kondisi di desa itu masing-masing, jika desa memiliki anggaran dana desa di bawah Rp 800 juta maka 25% dimanfaatkan sebagai BLT dana desa. Sedangkan yang anggarannya Rp 800 juta Rp 1,2 miliar maka besarannya 30% untuk BLT dana desa, sedangkan yang anggarannya di atas Rp 1,2 miliar besarannya 35%.

Dengan begitu, setidaknya dalam kehidupan masyarakat di Desa dapat ditopang melalui penyaluran BLT yang secara langsung menyentuh kepada masyarakat. Hingga saat ini, dana BLT telah memasuki tahap kedua dalam penyaluran kepada masyarakat terdampak.

Namun, penyaluran dana BLT pun menimbulkan polemik di masyarakat. Rentetan masalah penyaluran dana BLT tumbuh subur seiring bertambahnya virus corona.

Polemik Primadona Di Tengah Pandemi Virus Corona

Polemik primadona ditengah pandemi virus corona tak dapat terhindarkan, seperti pepatah tak ada jalan yang tak berlubang.

Jalan panjang yang berlubang, menimbulkan carut marut penyeluran dana BLT mulai dari pendataan penerima yang tidak sesuai kondisi dan keadaan masyarakat sampai bermuara pada ketidak tepatan sasaran, menjadi perbincangan hangat yang berseliweran di dunia maya hingga dunia nyata.

Dari beberapa kasus yang terjadi di lingkungan pedesaan yang melekat pada penyaluran BLT, seperti adanya perencanaan pemotongan dana BLT Rp.600.000 menjadi Rp.500.000 agar yang belum mendapatkan bisa menerima secara merata dari hasil pemotongan Rp.100.000 walaupun hal ini dibatalkan di sejumlah desa.

Kemudian, pendataan yang dilakukan oleh aparat Desa seperti Kadus yang juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ikut serta, menimbulkan kecemburuan sosial, sebab ada warga yang berhak menerima tapi tidak menerima begitu pun sebaliknya.

Selanjutnya, adanya aparat Desa yang diduga memberikan bantuan dana BLT kepada sanak saudara terdekat, dengan dalih kemanusiaan untuk membantu tapi menabrak aturan yang telah terbentuk.

Salah satu penyebabnya karena aturan yang tumpang tindih dari pemerintah pusat seperti Kementerian dan ditingkat daerah Kabupaten/Kota.

Adanya peraturan 14 kriteria yang berhak menerima BLT menjadi pemicu permasalahan di masyarakat dan pemerintah desa, meskipun begitu, 9 kriteria menjadi hal utama yang perlu dipenuhi oleh penerima. Namun disayangkan, jauh panggang dari api, beberapa jumlah penerima BLT yang menjadi sorotan masyarakat tidak sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.

Misalnya, warga yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak bisa mendapatkan BLT karena dalam laporan berbentuk kwitansi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) penerima BLT harus mempunyai KTP atau NIK. Namun tidak berselang lama aturan baru dikeluarkan, bahwa warga yang tidak memiliki KTP ataupun NIK bisa mendapatkan bantuan jika situasi dan kondisinya mengharuskan.

Pemerintah Desa yang telah melakukan pendataan masuk pada verifikasi data sampai pada finalisasi data, sudah terlanjur mengesahkan nama-nama yang mendapatkan bantuan, sehingga untuk memasuki nama warga penerima baru tentu sudah terlambat.

Solusi yang diberikan yaitu dengan ketambahan nama pada tahapan selanjutnya, padahal masalah seperti ini bisa dikordinasikan sejak jauh hari oleh pemerintah desa dan pemerintah terkait di tingkat daerah. Meski begitu keputusan apapun yang disepakati harus melalui prosedur yakni musyawarah desa.

Keputusan dalam musyawarah desa adalah hirarki tertinggi dalam mengambil kebijakan, namun hal itu tidak memungkinkan akan menimbulkan masalah baru, seperti yang terjadi baru-baru ini dimana anggota BPD di salah satu Desa mendapatkan dana BLT. Yang seharusnya tidak bisa diberikan walaupun dengan kondisi memungkinkan, sebab aturan telah menegaskan perangkat desa tidak boleh menerima bantuan BLT.

Dari berbagai masalah yang ada, perlunya pembaharuan data yang disingkronkan dengan pemerintah daerah Kabupaten. Pendataan dilakukan dengan metode wawancara melalui pendekatan kultural dan persuasif agar pendataan yang dihasilkan seusai dengan fakta.

Pemerintah desa juga harus melakukan revolusi mental, berbagai kritikan yang diberikan masyarakat banyak di tanggapi dengan cara emosional, bahkan harus memusuhi masyarakat sendiri. Masyarakat sebagai pemangku kedaulatan tertinggi, begitu pun ditingkat desa berhak melakukan kritikan kepada pemerintah. Sebab masyarakat akan mengeluarkan kritik apabila tidak diberikan pelayanan yang baik oleh pemerintah dalam hal ini sebagai pelayan masyarakat.

Terlebih lagi, akibat dari polemik BLT penanganan pencegahan virus corona diteingkat desa mulai melemah. Padahal, peningkatan virus corona terus melonjak jauh.

Bahkan, masyarakat terkesan manja akibat terus mempermasalahkan penyaluran BLT tanpa memperhatikan pula ketahanan pangan, sebab adanya prediksi krisis pangan mungkin akan terjadi jika virus corona tak kunjung hilang karena vaksinnya belum juga ditemukan.

Kemandirian Harus Ditumbuhkan Ditengah Situasi Pandemi Virus Corona

Kemandirian masyarakat harus ditumbuhkan ditengah situasi pandemi virus corona. Masyarakat tidak bisa terus bergantung dengan bantuan pemerintah seperti dalam bentuk BLT.

Ketahanan pangan perlu di perhatikan secara seksama karena menjadi pondasi penghidupan masyarakat di negara ini. Menanam tanaman yang dapat dimakan harus terus dibumikan.

Desa masih memiliki tanah yang subur, yang belum terjamah oleh bangunan seperti di Kota, ini menjadi bagian penting bagi masyarakat di Desa agar bisa menjaga tanah-tanah mereka untuk tetap ada agar bisa menopang kehidupan manusia di muka bumi.

Kesiapan masyarakat sangat diperlukan dengan situasi yang tidak menentu seperti saat ini, belum ada yang memastikan kapan berakhirnya virus corona, maka jalan satu-satunya yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah dengan tetap menjaga tanah dan menanam apa yang bisa dimakan. (**)

Penulis Merupakan Mahasiwa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tadulako


Recent Posts

Yosef Koton Ajak Wisudawan UMGO Berkontribusi Bagi Masyarakat Gorontalo

PROSESNEWS.ID - Plt. Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi Gorontalo Yosef P. Koton mewakili Pj.…

1 hari ago

Monitoring Evaluasi Keterbukaan Informasi Dorong Perbaikan Layanan di Boalemo

PROSESNEWS.ID - Penjabat (Pj.) Sekretaris Daerah Kabupaten Boalemo Syafrudin Lamusu berkomitmen untuk meningkatkan keterbukaan informasi…

1 hari ago

Gubernur Gorontalo Fokus Pastikan Penggunaan APBN 2025 Tepat Sasaran

PROSESNEWS.ID - Penjabat (Pj) Gubernur Gorontalo Rudy Salahuddin, menghadiri acara penyerahan secara digital Daftar Isian…

1 hari ago

Ekonomi Kreatif Jadi Prioritas, Pemprov Gorontalo Diminta Bentuk Lembaga Khusus

PROSESNEWS.ID - Kementerian Ekononi Kreatif (Kemenekraf) RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meneken Surat Keputusan…

1 hari ago

Pajak dan Retribusi Bermasalah, Komisi II Siap Turun Lapangan

PROSESNEWS.ID - Komisi II DPRD Kota Gorontalo memastikan akan segera turun langsung ke lapangan untuk…

2 hari ago

DPRD Kota Gorontalo Gelar Rapat Evaluasi PAD Tahun Anggaran 2024

PROSESNEWS.ID - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo menggelar rapat evaluasi Pendapatan Asli Daerah…

2 hari ago