PROSESNEWS.ID – Lebih baik mati terhormat jadi petani, ketimbang harus mati tersiksa akibat bencana alam. Itulah kata yang pertama kali keluar dari bibir Sumanti Dukalang (51), warga Desa Mopia, Kecamatan Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango (Bonebol) itu menolak keras adanya kehadiran Perusahaan Tambang Emas Gorontalo Mineral (GM).
Penolakan yang dilakukan wanita paruh baya itu bukan tanpa alasan. Sebab, ia merupakan salah satu korban bencana banjir bandang dan longsor yang merenggut nyawa suaminya pada tahun 2020 silam.
Sumanti bercerita, kala itu suaminya tengah berada di kebun. Tiba-tiba hujan turun deras, suaminya tak menyangka jika hari itu akan terjadi banjir bandang disertai tanah longsor.
“Suami saya meninggal lantaran hanyut oleh banjir bandang,” kata Sumanti sembari mengisahkan peristiwa kelam itu.
“Dari beberapa orang yang hanyut, hanya jenazah suami saya yang tubuhnya masih utuh saat ditemukan,” ungkapnya.
Menurutnya, tahun lalu sebelum perusahaan tambang beroperasi, mereka menjadi korban banjir bandang dan tanah longsor. Apalagi saat ini perusahaan mulai melakukan pengerjaan jalan menuju lokasi.
“Tahun lalu belum ada perusahan tambang, bencana bisa datang tiba-tiba. Apalagi dengan adanya perusahan yang mulai beroperasi ini, entah apa yang akan terjadi,” ujarnya.
Ia mengaku, jika saat ini pepohonan besar dibabat tanpa ampun oleh perusahaan dengan menggunakan oleh alat berat berupa ekskavator. Bahkan luas jalan menuju lokasi perusahaan diperkirakan mencapai belasan meter.
Menurut ibu dengan tiga orang anak itu, bahwa masuknya anak perusahaan Bumi Resource Minerals ini bakal mengancam kelangsungan hidup mereka. Mulai dari bencana alam, kesenjangan sosial hingga kehilangan mata pencaharian.
“Pokoknya saya melihat pepohonan besar yang sudah dibabat, membuat kami merasa was-was jika musim penghujan tiba,” tuturnya.
“Apalagi ketika hujan turun dimalam hari, pasti kami tidak bisa tidur. Yang terbayang hanyalah bencana yang pernah menimpa kami kala itu,” ucapnya dilansir Liputan6.com.
Selain itu kata Sumanti, yang menjadi kekecewaan masyarakat saat ini ialah, kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh pihak perusahaan. Ia kaget, tiba-tiba perusahaan milik Bakrie Grup itu mulai melakukan pembebasan lahan petani yang akan dibuat akses jalan perusahaan.
Iming-Iming Pekerjaan
Mereka khawatir, jika perusahaan ini terus berlanjut, hal itu tidak hanya memicu bencana alam yang besar, akan tetapi mengancam mata pencaharian petani. Perubahan iklim dan juga emisi yang dihasilkan oleh perusahaan bisa dipastikan membuat tanaman mereka tidak akan tumbuh maksimal.
“Lama kelamaan pasti kami akan gagal panen. Sementara tanaman ini merupakan sumber penghidupan kami selama ini,” ujar Sumanti.
“Jujur kami kecewa, hari ini pihak perusahaan tidak pernah ada sosialisasi. Kalau memang ada pemberitahuan dari awal, pasti saya yang paling di depan untuk menolak ini,” tegasnya.
Selain itu kata Sumanti, keluarganya pernah ditawari menjadi pekerja di perusahaan tersebut. Namun dengan tegas ia menolak, sebab ia berpikir pasti hanya akan dijadikan buruh kasar dalam waktu semenrara, kemudian akan digantikan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan.
“Pernah keluarga saya ditawari jadi pekerja, tapi kami menolak. Mau berapa lama bekerja di situ ketimbang kita harus menerima dampak besar,” imbuhnya.
“Mending jadi petani lebih terhormat, kami bisa panen kapan saja, ada pisang, jambu mente, cabai dan tanaman lain dan itu sudah cukup buat kami untuk hidup,” katanya sembari menunjuk tanamannya.
Ia berharap Pemerintah Kabupaten Bone Bolango jangan hanya tinggal diam dengan persoalan ini. Jangan sampai nanti sudah ada bencana dan dampak lain dari perusahaan ini, barulah ada tindakan serius.
“Kalau ada pertemuan soal perusahaan GM tolong undang saya. Hadirkan pihak perusahaan dan pemerintah, kalau perlu undang langsung Bupati agar dia tau,” pintanya.
Tanggapan Bupati Bonebol
Bupati Bone Bolango Hamim Pou saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa pengelolaan pertambangan yang dilakukan para pelaku usaha pertambangan, termasuk GM wajib memperhatikan ketentuan yang diatur dalam undang-undang 32/2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup serta UU 4/2009 terkait pengelolaan pertambang mineral dan batubara.
“Nah untuk menjamin keseimbangan antara kepentingan pembangunan ekonomi dan daya dukung lingkungan, maka setiap tahapan pengelolaan pertambangn dikendalikan secara ketat,” kata Hamim.
“Tentunya melalui beberapa instrumen, diantaranya perizinan, pengawasan, sanksi serta insentif dan disinsentif,” ujarnya.
Kita tetap berkomitmen pro terhadap investasi, namun tetap menjaga kepentingan pelestarian lingkungan. Karena itu kebijakan pengembangan kawasan budidaya pertambangan dalam arahan tata ruang dilakukan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.
“Jadi di dalam peraturan zonasi tata ruang dipertegas juga bahwa kegiatan operasi pertambangan dilakukan dengan memperhatikan pelestarian lingkungan hidup, serta mencegah terjadinya bencana dan pencemaran,” tuturnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Didik Budi Hatmoko Kepala Kantor Perusahaan Gorontalo Mineral saat ingin ditemui tidak merespons sama sekali.