PROSESNEWS.ID – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Palu, melakukan aksi penolakan, kenaikan 100 persen iuran BPJS. Aksi itu berlangsung di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Senin, (16/12/2019).
Aksi penolakan tersebut merupakan puncak dari setelah ditetapkannya Perpres 75 tahun 2019. Tentang kenaikan iuran BPJS sebesar 100 persen.
Kordinator aksi dalam orasinya Kikk, mengatakan Perpres 75 tahun 2019 tersebut tidak justru menyelesaikan problem di tubuh BPJS. Terkesan, malah semakin menambah masalah yang lebih rumit.
Pasalnya, perubahan Jaminan sosial masyarakat dari Jamkesmas ke SJSN (BPJS). Merupakan proses perubahan Hak, untuk sehat menjadi kewajiban untuk sehat.
Artinya, kesehatan itu adalah hak warga negara. Bukan kewajiban warga negara. Dengan begitu kata Kiki, negara tidak boleh berbisnis dengan warga negaranya sendiri.
Sementara itu, Ketua LMND Kota Palu Sri Nanda Dotutinggi mengatakan, kesehatan itu adalah tanggung jawab negara. Bukan tanggung jawab pihak asuransi.
Defisit yang terjadi di tubuh BPJS, merupakan dampak dari liberalisasi di sektor Kesehatan. Bukan akibat ketidakpatuhan peserta dalam membayar iuran.
Ada sekitar 40 triliun lebih alokasi dana yang diberikan ke BPJS, untuk memberi jaminan kesehatan bagi rakyat Indonesia, tapi faktanya setiap tahun BPJS malah defisit.
Dibandingkan, pada saat pengelolaan Jamkesmas dan Jamkesda, negara hanya butuh Rp. 8,6 Triliun, pertahunnya untuk mengcover 86 juta jiwa rakyat Indonesia.
Malahan, masih terdapat sisa yang dikembalikan ke kas APBN. Sangat kontradiktif bukan? Tanya Mahasiswa asal Kabupaten Buol tersebut.
Masa aksi tersebut, tidak hanya menyerukan pembubaran BPJS semata. Tetapi menawarkan solusi kongkret yakni Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta (Jamkesra).
Jamkesra merupakan pengambil alihan langsung urusan kesehatan oleh negara dari pihak BPJS. Negara harus menjamin hak dasar negaranya. Khususnya kesehatan di bawah kendali langsung kementrian kesehatan.
Namun, sebelum membentuk Jamkesra, mereka menuntut pemerintah untuk mengaudit dan mengevaluasi pihak BPJS terlebih dahulu.
Sementara anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, yang menemui masa aksi merespon baik apa yang menjadi tuntutan mahasiswa. Respon para Aleg pun, dengan mengajak mahasiswa untuk berdialog secara langsung, di ruang Baruga kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.
Ibrahim Hafid yang menjadi jubir anggota Legislatif yang berkesempatan hadir mengatakan, akan menindak lanjuti apa yang menjadi tuntutan masa aksi. Pihaknya juga, bersepakat jika BPJS juga dilakukan evaluasi kinerjanya.
“Kami senang karena teman-teman mahasiswa mampu membeberkan fakta dan data sekaligus menawarkan solusi yang kongkrit dan rasional, yang bisa menjadi alternatif urusan kesehatan rakyat di Indonesia,” Pungkasnya.
Turut hadir dalam dialog yakni Ibrahim Hafid (NasDem), Irianto Malinggong (NasDem), Arus Abdul Karim (Golkar), Fairus Husen Maskati (PPP), Hasan Patongai (NasDem).
Setelah melakukan dialog lebih dari 1 jam, masa aksi kembali ke titik kumpul sebelumnya di Asrama Pantai timur Jl. S. Parman dengan tertib sembari menyanyikan lagu-lagu perjuangan.