PROSESNEWS.ID – Dusun Manggalapi, Rejeki, Palolo, Sigi, Sulawesi Tengah malam itu diselimuti kegelapan. Dusun sunyi di atas dataran tinggi itu gelap gulita.
Saat itu, almanak menunjuk Oktober 2021. Malam itu ada aktivitas agak berbeda di salah satu rumah. Ada beberapa lelaki yang masih berkumpul di bawah penerangan sinar lampu teplok.
Rupanya malam itu, Brigjen TNI Farid Makruf, MA, perwira Kopassus yang masih menjabat sebagai Komandan Korem 132/Tadulako bersama sejumlah prajurit sedang menginap di dusun ini. Mereka tengah menggelar patroli Operasi Madago Raya 2022 untuk mengejar sisa-sisa teroris Mujahiddin Indonesia Timur.
Brigjen TNI Farid Makruf yang ditemani Kepala Operasi Badan Intelijen Daerah Sulawesi Tengah, Kolonel Kavaleri Abdul Rahman sedang berbincang dengan Kepala Dusun dan sejumlah warga.
Rata-rata, mereka mengeluhkan tidak adanya aliran listrik di dusun mereka. Situasi inilah yang sering dimanfaatkan oleh para DPO teroris untuk bersembunyi dan melintas di wilayah tersebut.
Di jajaran kampung di pedalaman itu, sebanyak 54 Keluarga menetap di Dusun 2 Manggalapi, serta 62 Keluarga di Dusun 1 dan 48 keluarga di Dusun 3, Kawerewere, Desa Rejeki sangat berharap adanya penerangan listrik terutama di malam hari. Itu selain untuk kebutuhan rumah mereka, keamanan mereka juga sangat rawan di tengah kegelapan panjang tersebut.
Bila malam tiba, warga hanya berdiam di rumah atau lebih memilih cepat lelap. Sebab tak ada penerangan listrik. Tak ada pula televisi sebagai hiburan. Anak-anak sekolah tidak bisa belajar karena tidak ada penerangan.
Mantan Kepala Penerangan Kopassus itu prihatin. Bagaimana mungkin daerah yang sebenarnya tak terlalu jauh dari desa-desa induk yang sudah maju tak punya penerangan listrik. Semalaman itu menjadi bahan pikirannya.
Esok harinya mereka melanjutkan patroli ke arah Dusun Kawerewere. Di dekat Pos Sekat Kawerewere, Brigjen TNI Farid Makruf diperkenalkan oleh Kol Kav Abdul Rahman dengan warga setempat bernama Sudirman, seorang insinyur. Saat itu, ia sedang bekerja di bengkel motornya. Ternyata Sudirman paham teknik mesin, pembuatan senjata, metalurgi dan mesin listrik.
Di depan rumah sekaligus bengkelnya itulah dia membangun pembangkit listrik yang digerakkan turbin air. Listrik yang dihasilkannya dari pembangkit itu digunakkannya untuk untuk bengkel dan penerangan di rumahnya.
Kedua perwira abituren Akademi Militer 1991 itu, kemudian menggali pengalaman dan pengatahuan Sudirman. Kemudian diputuskanlah bagaimana untuk membuat pembangkit listrik tenaga air mikro itu bagi para pemukim di Kawerewere dan Manggalapi.
Setelah kembali ke Korem, Farid Makruf dan staf kemudian merencanakan pembuatan pembangkit listrik itu dan memasukkannya sebagai program unggulan. Mereka kemudian melaporkannya ke staf teritorial Markas Besar TNI Angkatan Darat untuk mendapatkan persetujuan dan dukungan dana.
Selama proses perencanaan berjalan, Farid Makruf berpindah tugas. Tapi mengingat langkah awal sudah dimulai, ia tetap membantu proses perencanaan sampai tahapan pekerjaan selanjutnya dimulai.
Saat ditanya alasannya mengapa dia ingin sekali ada penerangan listrik di wilayah perlintasan DPO Teroris MIT itu, Farid menjawab, “Saya hanya berpikir bagaimana caranya agar warga Kawerewere dan Manggalapi bisa menikmati listrik seperti juga dusun-dusun atau desa-desa lain di wilayah Palolo. Saya saat itu meminta Kepala Seksi Perencanaan Korem 132/Tadulako saat itu, Kolonel Kav. Wahyudi membuat perencanaan bagaimana agar model pembangkit listrik tenaga air yang sudah dibuat oleh Pak Sudirman bisa diduplikasi sehingga mampu melayani lebih banyak warga.”
Pembangkit listrik tenaga air ini dipilih, karena pemenuhan energi listrik dengan biaya rendah, serta mudah dioperasikan dan dirawat. Selain itu, pembangkit listrik tenaga air juga ramah lingkungan karena tidak memerlukan bahan bakar minyak.
Kepala Desa Rejeki, Dedan Lampekui punya cerita sendiri soal listrik tenaga air mikro itu. Kisah dia, pada Oktober dan November 2021, saat Operasi Madago Raya.