
PROSESNEWS.ID — Proses hukum terkait dugaan tindak pidana perlindungan anak di Kota Gorontalo terus bergulir. Kasus kekerasan yang melibatkan oknum guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 75 itu kini telah memasuki persidangan ketiga di Pengadilan Negeri Kelas II A Kota Gorontalo.
Sidang perkara kali ketiga yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 9 Desember 2025, menjadi perhatian publik karena perkembangan terbaru yang terjadi di ruang sidang.
Insiden dugaan penganiayaan tersebut terjadi pada 25 Oktober 2024, sekitar pukul 10.30 WITA di lingkungan SDN 75, Kelurahan Dulalowo Timur, Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo. Korban, seorang anak didik berinisial FMR, diduga mengalami kekerasan oleh terlapor yang merupakan oknum guru berinisial SR alias Arini.
Menurut kronologi yang disampaikan ibu korban saat diwawancarai tim Prosesnews.id, peristiwa bermula ketika terlapor sedang menyapu di dalam kelas. Saat itu, korban berusaha mengintip dari balik pintu. Terlapor kemudian mendorong pintu dengan sapu yang dipegangnya. Kepala korban pun terjepit pintu dan menyebabkan goresan pada bagian wajah kiri FMR. Pasca insiden tersebut, korban disebut mengalami pembengkakan pada pipi selama lebih dari dua minggu dan kesulitan makan.
“Itu sampai anak saya setelah kejadian pipinya bengkak, susah makan, bahkan tidak masuk sekolah,” jelas ibu korban.
Atas perbuatannya, oknum guru tersebut dijerat Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Pasal tersebut memuat ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000.
Perkara ini dilaporkan oleh ayah korban, MR, dengan dukungan penuh dari ibu korban, ZI. Pihak keluarga menyayangkan lambannya proses hukum sejak laporan pertama dibuat.
“Kasus ini sudah setahun kami laporkan ke pihak kepolisian kota, tapi baru tahun ini masuk sidang perkara tiga,” ujar ZI.
Selain persoalan lambannya penanganan, persidangan ketiga juga diwarnai dugaan tekanan terhadap saksi. Salah satu saksi dari kalangan guru disebut menolak hadir karena merasa mendapat intimidasi.
Ibu korban mengungkapkan bahwa saksi tersebut diduga mengalami tekanan kuat dari pihak tertentu.
“Guru yang menjadi saksi ini ditekan agar mundur dari kesaksian karena diancam salah satu pimpinan pendidikan di Kota Gorontalo. Apalagi dia ini baru guru honorer,” tegas Zulfawati.
Isu dugaan intimidasi itu menimbulkan kekhawatiran publik mengenai potensi terhambatnya proses peradilan yang jujur dan adil. Sidang lanjutan dijadwalkan pada Kamis, 11 Desember 2025 mendatang.
“Jadi untuk sidang di hari Kamis nanti, sudah tidak ada lagi saksi. Sidang terbuka bagi tersangka,” tutupnya.
Reporter: Sandri Mooduto









