PROSESENEWS.ID – Penjabat Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya meminta data dan alamat Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) diserahkan ke pemerintah daerah untuk penanganan tengkes (stunting). Menurutnya data itu penting agar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tahu siapa dan di mana bayi tengkes diintervensi.
Pemda Kesulitan menangani tengkes berdasarkan data SSGI karena tidak diberi tahu siapa dan dimana balita gizi kurang. Di sisi lain, pemerintah di daerah menggunakan data Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) yang angkanya jauh lebih kecil dari SSGI.
“Saya juga baru tahu data stunting (SSGI) di Gorontalo itu tidak by name by adress. Misalnya 6,4 persen stunting di Pohuwato itu by name by adress tidak ada karena yang menghitung pusat dan tidak melibatkan pemerintah daerah,” tutur Ismail saat menerima audiensi Kepala BKKBN Provinsi Gorontalo di Rumah Dinas Gubernur, Senin (19/6/2023).
Dikatakannya, data SSGI menyebut ada 23,08 persen atau 83.313 balita di Provinsi Gorontalo yang beresiko tengkes. Di sisi lain, data e-PPGBM yang diisi dari tingkat desa hanya sekitar empat ribuan balita.
“Kalau kita tidak punya data kita tidak bisa fokus mengintervensi anak anak stunting. Data di kita (dengan nama dan alamat) hanya data hasil penimbangan dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi,” imbuhnya.
Ia berharap penanganan tengkes bisa mengacu pada satu data yang lebih akurat dan digunakan secara umum. Data dengan nama dan alamat diharapkan bisa mengoptimalkan penanganan tengkes hingga ke tingkat desa.
Data SSGI 2022 menyebutkan prevelensi tengkes di Provinsi Gorontalo sebesar 23,8 persen. Di Kota Gorontalo sebesar 19,1 persen, Kab. Gorontalo 30,8 persen dan Bone Bolango 22,3 persen. Kabupaten Boalemo, Gorut dan Pohuwato masing masing 29,9 persen, 29,3 persen dan 6,4 persen.