PROSESNEWS.ID, BUTON TENGAH – Pemerintah desa Kokoe, Kecamatan Talaga Raya, Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui kepala desanya (Kades) Basso, dengan tegas membantah kalau dana coorporat social responcibility (CSR) sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap daerah terdampak pertambangan dikelola secara asal atau tidak transparan.
Hal itu diungkapkan Basso setelah salah satu masyarakatnya atas nama Sahrin menuding kades beserta perangkatnya tidak sekalipun melibatkan warga dalam hal pengembangan dan pemberdayaan masyarakat saat dana tersebut diterima.
“Itu bohong, dana CSR yang datang dari perusahaan dalam pengelolaannya selalu melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan sampai penetapannya dan bahkan ada berita acaranya . Misal saat dana itu turun kami pun (pemdes) terlebih dahulu mengumumkannya di masjid,” ujar Kades Kokoe, Basso saat dikonfirmasi melalui sambungan telponnya. Sabtu, (09/07/2022) pagi.
Setelah diumumkan ke masjid, lanjut kades, lalu masyarakat dikumpulkan untuk membahas perencanaan penggunaan angaran tersebut melalui rapat desa.
Nanti dari hasil rapat yang telah disepakati, akan dipilah sesuai kebutuhan masyarakat yang sangat prioritas dengan tentu mengacu pada RPJMD desa.
“Ditahap ke II di tahun 2020 karena kita mulai ditahap itu sebab tahap I itu masih bernama condev. Ditahap itu ada 2 program dana itu dipakai,” katanya.
Program tersebut sambungnya, yakni pemberdayaan dan sejumlah pembangunan fisik seperti pembangunan gedung serbaguna dan pembangunan talud pemecah ombak.
“Untuk pemberdayaan kita sudah berikan bantuan kapal, jaring bahkan mesin terhadap masyarakat nelayan yang membutuhkan. Sementara untuk para janda kita belikan beras dan ada juga warga yang membutuhkan semen kita berikan, tambahnya.
” Sementara untuk untuk fisik dari anggaran tahap II itu dipakai untuk pembangunan gedung serbaguna yang dirampungkan di tahun 2022 ini,” sambungnya.
Ditempat yang sama, Mustang, ketua TPK desa Kokoe juga membantah perihal yang dituduhkan oleh Sahrin.
Sejak pemdes Kokoe menerima dana CSR atau condev dari perusahaan PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB) sebesar 1,2 miliar yang mana anggaran tersebut dibagi dua peruntukannya.
“Dari anggaran itu, setengahnya dipakai untuk pemberdayaan seperti bantuan untuk nelayan dan petani rumput laut dan setengahnya lagi untuk pembangunan fisik (gedung serbaguna). Anggaran ini kami terima 2019 dan realisasinya ditahun 2020,” kata Mustang.
Untuk tahun 2021-2022, dana itu masih tetap fokus pada pembangunan fisik dan untuk pemberdayaan masyarakat nelayan masih tetap ada yakni dengan pengadaan perahu sebanyak 9 unit.
Saat awak media menanyakan masyarakat yang membubuhkan tanda tangan sebagai aksi protes terhadap pemerintah desa yang tidak transparan kelola dana CRS, Mustang mengatakan kalau itu akal akalan saja.
“Tanda tangan itu akal akalan saja untuk membodohi warga. Mereka disuruh tanda tangan dengan harapan agar uang itu dibagi tunai kemasyarakat sementara regulasi untuk itu tidak ada,”ungkap Mustang.
Hal senada juga dibenarkan oleh ketua BPD desa Kokoe, Asking. Menurutnya, program PPM sejak awal ada keterlibatan masyarakat.
“PPM ini sejak awal keterlibatan masyarakat ada. Saya melalui pemerintah desa sangat keberatan dengan pernyataan itu,” tandasnya
Reporter: Win