
PROSESNEWS.ID – Polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret Wakil Bupati Gorontalo Utara, Nurjanah Hasan Yusuf, kembali menjadi sorotan publik. Isu tersebut memanas setelah mantan Sekda Gorontalo Utara, Ridwan Yasin, yang sebelumnya vokal mempertanyakan keabsahan dokumen pendidikan Nurjanah, kini menyatakan bahwa seluruh ijazah tersebut sah secara hukum.
Perubahan sikap tersebut mendapat kritik dari Hendrawan Dwikarunia Datukramat, Presiden BEM UNG 2023 sekaligus analis gerakan sosial. Ia menilai terdapat inkonsistensi serius, mengingat pada Maret 2025 lalu, melalui Forum Peduli Demokrasi Gorontalo (FPDG), Ridwan disebut sebagai pihak yang pertama kali menyoroti dugaan kejanggalan pada ijazah Nurjanah.
Saat itu, Ridwan mempertanyakan tahun kelulusan yang tercantum, yakni 2012. Sementara menurut catatan publik, Nurjanah telah menjadi anggota DPRD Provinsi Gorontalo sejak 2009. Jika mengikuti alur waktu tersebut, muncul pertanyaan mengenai status pendidikan yang bersangkutan pada saat pertama kali menjabat sebagai legislator.
Namun dalam pernyataan terbarunya melalui salah satu media lokal, Ridwan menyebut bahwa seluruh dokumen pendidikan Wakil Bupati telah diterbitkan oleh lembaga berwenang dan tidak menunjukkan indikasi pemalsuan. Ia juga mengundurkan diri sebagai saksi dalam proses yang sedang berjalan. Langkah tersebut dinilai janggal oleh Hendrawan.
“Publik tidak kehilangan ingatan. Pada Maret, Ridwan adalah orang yang mempersoalkan kejanggalan ijazah itu dan meminta Bawaslu menyelidiki potensi adanya dua ijazah. Sekarang dia bilang semuanya sah, lalu menarik diri sebagai saksi. Pernyataannya jelas kontradiktif,” tegas Hendrawan.
Ia juga mengkritisi perubahan pendapat Ridwan yang dinilai tidak memiliki landasan kuat.
“Pernyataan awalnya sangat tegas dan berbasis data. Tapi menjelang proses hukum berjalan, semuanya berubah total,” katanya.
Ridwan sebelumnya menilai perbedaan jenjang dan rentang waktu pendidikan sebagai hal yang ‘biasa terjadi’. Namun menurut Hendrawan, justru perubahan sikap mendadak tersebut yang memicu tanda tanya.
“Kalau memang ada bukti baru yang membuatnya mengubah sikap, sampaikan secara terbuka. Ini terkait integritas dokumen negara, bukan preferensi pribadi,” ujarnya.
Hendrawan menekankan pentingnya proses hukum yang independen dan profesional.
“Ini bukan soal siapa yang dibela atau diserang. Ini soal memastikan dokumen yang digunakan untuk menduduki jabatan publik benar-benar valid. Kebenaran tidak boleh dikalahkan oleh manuver politik,” tutupnya.















