
PROSESNEWS.ID – Presiden BEM IAIN Sultan Amai Gorontalo, Wahyu Putra Mohamad, mengecam keras dugaan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap peserta aksi mahasiswa.
Pernyataan itu disampaikan Wahyu menyusul kericuhan dalam demonstrasi yang digelar Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gorontalo (UG) di depan Mapolda Gorontalo pada Senin (24/11).
Wahyu menegaskan, tindakan aparat kepolisian tidak seharusnya dilakukan, sebab pendekatan kekerasan bertentangan dengan prinsip perlindungan hak-hak demokratis.
“Tindakan represif terhadap mahasiswa UG adalah bentuk pelanggaran terhadap hak warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Aparat harus mengedepankan pendekatan humanis, bukan kekerasan,” tegas Wahyu.
Ia menjelaskan bahwa aksi yang dilakukan BEM Hukum UG berfokus pada penyampaian kritik terhadap kebijakan daerah serta sejumlah regulasi yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat.
Wahyu menambahkan, insiden ini menunjukkan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pola pengamanan aksi unjuk rasa di Gorontalo.
“Kami dari IAIN Sultan Amai Gorontalo menyatakan solidaritas penuh kepada BEM Hukum UG. Kami mendesak Polda Gorontalo memberikan klarifikasi terbuka dan memastikan tindakan semacam ini tidak kembali terjadi,” tambahnya.
Insiden tersebut kembali memunculkan konsolidasi lintas kampus yang menuntut akuntabilitas aparat serta perlindungan ruang demokrasi di Gorontalo.
Sebelumnya, mahasiswa UG menggelar aksi untuk menyuarakan advokasi terkait polemik aktivitas tambang ilegal dan praktik perdagangan batu hitam. Aksi awalnya berlangsung tertib hingga massa memperluas posisi mereka ke area jalan utama. Aparat kepolisian kemudian membentuk pagar betis untuk membatasi pergerakan massa, yang memicu ketegangan kedua belah pihak.
Ketegangan itu berujung gesekan. Sejumlah peserta aksi mengaku mengalami tindakan fisik berupa dorongan keras, penarikan, hingga pemukulan yang menyebabkan beberapa mahasiswa mengalami luka ringan.














