PROSESNEWS.ID – Seorang perempuan berinisial MG diduga menjadi korban malpraktik di Rumah Sakit (RS) Multazam Kota Gorontalo. Korban akhirnya mengembuskan napas terakhir dengan kondisi yang mengenaskan Jumat (15/10/ 2021).
YH selaku suami korban menjelaskan, kronologi perawatan medis istrinya selama di RS Multazam Kota Gorontalo. Sebelumnya, pada Kamis 16 September 2021, YH bersama korban melakukan konsultasi ke salah satu dokter spesialis kandungan di Kota Gorontalo.
“Istri saya ini, saat itu menyampaikan keluhan yang ia rasa berupa haid kurang lancar, dan rasa nyeri di bagian perut,” kata YH.
Selanjutnya, dokter tersebut melakukan diagnosa. Setelahnya oleh dokter, pasien divonis memiliki kista berukuran 5.0 dan Miom berukuran 9.8 atau berukuran sebesar kepala bayi.
Setelah mendengar hasil diagnosa tersebut, pasutri ini menanyakan bagaimana upaya untuk menyembuhkannya. dokter pun mengatakan bahwa penyakit ini tidak boleh hanya sebatas minum obat.
“Biar obat satu karung, penyakit ini tidak bisa sembuh,” ungkap YH mengulang kembali jawaban dokter itu.
Dokter tersebut kemudian menyarankan untuk mengangkat penyakit kista dan miom tersebut dengan cara operasi. Singkat cerita, pada Kamis 16 September 2021, pasangan suami istri (pasutri) itu kembali mendatangi dokter tersebut.
Mereka kembali berkonsultasi dan saat itu juga dokter tersebut meminta kepada Pasien untuk segera menjadwalkan waktu operasi kepada pasien.
“Waktu operasi pun di jadwalkan pada Senin 20 September 2021 bertempat di RS Multazam Gorontalo, dimana yang akan melakukan operasi adalah oknum dokter itu,” jelas YH.
Akhirnya, pada 20 September 2021 korban telah menjalani operasi tanpa ditemani oleh pihak keluarga. Selang beberapa menit di dalam ruang operasi, oknum dokter tersebut keluar dan menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa Operasi Telah Gagal.
“Operasi tidak dapat dilanjutkan dengan alasan telah terjadi perlengketan usus di seluruh lapisan perut pasien. Pengangkatan penyakit miom dan kista sudah tidak dapat dilanjutkan lagi,” jelas YH, mengulang kembali penjelasan oknum dokter.
Saat itu, oknum dokter tersebut, menyampaikan bahwa tindakan operasi itu akan dilanjutkan oleh dokter bedah lainnya.
“Kami sangat sayangkan pasien hanya dibiarkan dalam kondisi perut terbelah dan yang melanjutkan jahitan operasinya ialah dokter lainnya,” jelasnya.
YH menambahkan, dokter kedua yang melakukan tindakan operasi saat itu menyampaikan jika telah terjadi robekan pada usus pasien. Hal itu diduga diakibatkan oleh sayatan/operasi oleh dokter sebelumnya.
Dokter bedah dan pihak RS Multazam kemudian membiarkan pasien keluar dengan kondisi luka di perut yang tidak terjahit. Bahkan, pasien keluar tidak diberikan resep obat apapun, mirisnya lagi, korban tidak disarankan untuk datang ke rumah sakit lain, dan hanya disuruh berdoa.
Selanjutnya pada hari kamis tanggal 7 oktober 2021, Pasien dibawa ke RSUD Aloei Saboe dan ditangani oleh Dokter Enrico Ambang Banua Medellu atas inisiatif dari keluarga. Setelah dilakukan perawatan, kemudian diagendakan untuk Operasi pada hari sabtu tanggal 9 Oktober 2021.
Tindakan operasi Dokter Enrico mengajak suami pasien ke dalam ruang operasi dan menunjukkan secara langsung bahwa tidak ada kista sebesar 5.0 dan Miom berukuran 9.8 sebagaimana yang disampaikan oleh dokter sebelumnya yang melakukan operasi.
“Jadi tidak ada kista sebesar berukuran 5.0 dan Miom berukuran 9.8 sebagaimana yang disampaikan oleh dokter pertama yang melakukan operasi,” ungkap YH.
YH melanjutkan, bahkan tidak terdapat perlengketan usus di dinding perut sebagaimana yang disampaikan oleh dokter sebelumnya.
“Faktanya yang terjadi adalah, terdapat usus besar dan usus halus serta empedu yang tersayat akibat operasi sebelumnya,” tegas suami Korban YH, yang mengulangi keterangan dari dokter enrico.
Pernyataan IDI
Usai kejadian dugaan Malpraktek di Rumah Sakit (RS) Multazam tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi melalui Press Release, Sabtu (17/10/2021).
Press Release tersebut merupakan hasil rapat koordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan. Diantaranya, IDI cabang Gorontalo/Kota se Provinsi Gorontalo, Perhimpunan Dokter Obstetri, dan Ginekologi Indonesia, Perhimpunan Dokter Bedah Indonesia.
Dihadiri juga jajaran Direktur dan komite medik Rumah Sakit terkait yang juga ikut dihadiri oleh ketiga orang dokter yang melakukan operasi pada pasien tersebut. Dalam Rapat tersebut ada 7 poin yang menjadi hasil rapat.
- IDI menyampaikan ikut berbela sungkawa atas wafatnya pasien berinisial MG pada Jumat 15 Oktober 2021. Teriring doa semoga almarhumah husnul khatimah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran.
- IDI telah meminta kepada komite medik kedua rumah sakit untuk secepatnya melaksanakan audit medis atas kasus tersebut.
- IDI telah menerima aduan resmi dari penasehat hukum sebagai penerima kuasa dari suami almarhumah terkait kasus tersebut dan telah meminta Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) untuk memproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku
- IDI meminta kepada sejumlah pihak untuk menahan diri untuk tidak menjustifikasi tindakan yang dilakukan oleh dokter termasuk malpraktek dan lebih mengedepankan asas praduga tak bersalah sebelum ada keputusan resmi dari MKEK IDI.
- IDI telah melakukan klarifikasi dan konfirmasi kepada sejumlah dokter yang disebut-sebut dalam pemberitaan tersebut dan mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan hasil pemeriksaan di antara para dokter tersebut terhadap pasien.
- IDI menyesalkan pemberitaan yang dilakukan sejumlah media online yang tidak berimbang dan cenderung beropini menghakimi dokter dan Rumah Sakit.
Media online hanya memuat informasi sepihak dari keluarga pasien tanpa diimbangi klarifikasi dan konfirmasi dari pihak dokter. Hal ini jelas tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 dan 3 serta Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers pasal 5 ayat 1. - IDI menghimbau kepada masyarakat untuk tidak ikut menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu sesuai Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik pasal 28 ayat 2.
Reporter : Reza Saad