Tahap kedua PPKM Level 4 segera berakhir. Boleh jadi, evaluasi pelaksanaan difokuskan pada upaya menurunkan angka kematian. Peningkatan 3T, ketersediaan fasilitas perawatan, obat-obatan dan alat pendukung diyakini sebagai kunci sukses.
Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ditujukan untuk menekan angka penularan Covid-19 telah berjalan nyaris 30 hari lamanya. Jelang 3 Agustus mendatang, tepat sebulan PPKM digelar, pemerintah bakal mengumumkan keputusan lanjutan, setelah sebelumnya dilakukan kajian di berbagai bidang terkait pelaksanaan PPKM tersebut.
“(Keputusan lanjutan PPKM) baru besok akan diputuskan,” kata Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi, pada Minggu (01/08/2021).
Jodi menjelaskan, hingga kini lintas kementerian dan lembaga (K/L) masih melakukan koordinasi. “Hari ini masih terus dikoordinasikan. Kita tunggu saja,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, sejak 3 Juli lalu pemerintah memutuskan untuk melaksanakan PPKM Darurat di Pulau Jawa-Bali. Keputusan yang berlaku hingga 20 Juli itu digelar sebagai respons terhadap lonjakan penularan Covid-19 yang eksponensial, dalam masa pemberlakukan PPKM Mikro.
Dari data yang ada, Indonesia sempat mencatatkan kasus harian tertinggi sepanjang pandemi pada Kamis (24/6/2021) dengan 20.574 kasus ditemukan dalam 24 jam. Dan hanya berselang dua hari, tepatnya pada Sabtu (26/6/2021), angka penularan tertinggi sepanjang pandemi kembali terjadi, yakni sebanyak 21.095 kasus.
Sejak saat itulah, penambahan penularan harian terus terjadi, bahkan melambung hingga menembus batas psikologis di angka 50 ribu kasus. Puncaknya terjadi pada Kamis (15/7/2021) saat pemerintah mengumumkan jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia bertambah sebanyak 56.757 orang dalam kurun waktu 24 jam terakhir. Angka itu dihimpun pemerintah pada kurun Rabu (14/7/2021) hingga Kamis (15/7/2021) pukul 12.00 WIB.
Setelah diberlakukan selama 17 hari, evaluasi kebijakan digelar pemerintah. Dan hasilnya, pembatasan serupa tetap dilakukan dengan nama yang diubah menjadi PPKM Level 4 dan diberlakukan sejak 21–25 Juli 2021.
Setelah waktu pemberlakukan PPKM level 4 tahap pertama selesai, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang PPKM Level 4 mulai 26 Juli hingga 2 Agustus 2021. Kendati sama-sama mengatur pembatasan kegiatan, PPKM Darurat memiliki perbedaan dengan PPKM Level 4. Di mana dalam kebijakan terkininya, pemerintah memberikan beberapa kelonggaran bagi pelaku usaha kecil.
Di awal pemberlakuan PPKM Darurat, ada sejumlah target yang disebutkan hendak dicapai lewat kebijakan yang implementasinya dikomandani oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, selaku Koordinator PPKM Jawa-Bali itu. Yaitu, penurunan penambahan kasus konfirmasi kurang dari 10.000 kasus per hari.
Demi mencapai target tersebut, terdapat sejumlah aturan pengetatan aktivitas yang tertuang dalam panduan PPKM Darurat. Antara lain, untuk sektor nonesensial diterapkan aturan kerja dari rumah (WFH) 100 persen. Kemudian, seluruh kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara online dan daring.
Untuk sektor esensial diberlakukan 50 persen maksimum staf bekerja di kantor (work from office/WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan.
Diatur pula tentang tata cara kegiatan makan/minum di tempat umum, aktivitas ibadah, tansportasi umum, kegiatan resepsi pernikahan, perjalanan domestik dengan moda transportasi jarak jauh, dan juga soal penggunaan masker.
Seiring itu, pengawasan dilakukan atas pengetatan aktivitas masyarakat. Kemudian dilakukan pula penguatan testing, tracing, treatment. Dengan perincian, testing minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu, hingga mencapai angka positivity rate kurang dari 5 persen.
Kemudian tracing yang perlu dilakukan hingga mencapai lebih dari 15 kontak erat per kasus konfirmasi. Seiring itu, diatur pula adanya kebutuhan karantina bagi mereka yang teridentifikasi dalam kontak erat. Bila kemudian kontak erat teridentifikasi positif, maka karantina berubah menjadi isolasi.
Selanjutnya, terkait treatment, tindakan diambil dilakukan dengan komprehensif sesuai dengan berat gejala. Hanya pasien bergejala sedang, berat, dan kritis yang perlu dirawat di rumah sakit. Isolasi perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah penularan. Kemudian upaya percepatan vaksinasi harus terus terus dilakukan untuk melindungi sebanyak mungkin orang.
Hingga mendekati akhir periode kedua PPKM level 4, boleh dikatakan sejumlah indikator menunjukkan perbaikan kondisi secara signifikan. Sebut saja terjadinya penurunan lonjakan kasus harian nasional, hingga mencapai angka 30 ribuan pada pekan pertama Agustus. Setelah sebelumnya, kerap bertengger di deret angka variatif antara 40-an ribu hingga 50-an ribu.
Walau menunjukkan adanya penurunan www.worldometers.info/coronavirus Minggu, 1 Agustus 2021, pukul 18.14 WIB, melansir peringkat penambahan kasus harian Covid-19 Indonesia adalah yang terbanyak kedua di dunia, dengan penambahan 30.738 kasus.
Kabar positif lain adalah saat fokus diarahkan pada hitungan ketersediaan tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) di berbagai kelas di lingkup fasilitas pelayanan kesehatan. Di Ibu Kota Negara DKI Jakarta, misalnya, jika pada sebulan berselang BOR sempat berada di angka 85–90 an persen secara rerata, maka kini angkanya telah menyentuh di kisaran 60 persen.
Tak hanya itu, kabar gembira juga didapat saat dilakukan perbandingan antara angka kesembuhan di awal terjadinya lonjakan kasus dengan kondisi terkini. Di mana pada Selasa (27/7/2021), angka kesembuhan mencatatkan yang tertinggi sejak wabah merudung negeri, yakni sebanyak 47.128 orang.
Fatalitas Masih Tinggi
Kendati indikator yang ada mencatatkan sejumlah perbaikan kondisi di akhir masa pemberlakuan PPKM level 4 tahap kedua. Ada satu hal yang masih acap memunculkan kekhawatiran tersendiri. Yaitu, ihwal tingginya angka fatalitas.
Sebagaimana tercatat dalam update kasus Covid-19 global per 27 Juli 2021 di worldometers.info, angka kematian di Indonesia akibat paparan Covid-19 bahkan menjadi yang tertinggi di dunia. Di hari itu, total tercatat ada 5.212 orang yang meninggal seluruh dunia akibat infeksi virus corona mutan dan dari jumlah itu sebanyak 1.487 di antaranya terjadi di Indonesia.
Di posisi kematian terbanyak dunia ketika itu, diisi Rusia 727 orang dan selanjutnya India sebanyak 415 orang. Hingga awal Agustus, data yang dihimpun Satuan Tugas Penanganan (Satgas) Covid-19 masih menunjukkan bahwa kasus kematian di Indonesia belum mampu ditekan di bawah seribu dalam 24 jam.
Pada 26 Juli, kasus kematian akibat Covid mencapai 1.487, dengan kasus harian 28.229 kasus. Lalu pada 27 Juli, angka kematian Indonesia menjadi yang tertinggi sejak pandemi diumumkan pada 2 Maret tahun lalu, yakni 2.069 kasus.
Pada 28 Juli, angka kematian memang mulai menunjukkan adanya penurunan. Walau begitu, jumlahnya bisa dikatakan tidak signifikan, yakni 1.824 kasus. Apalagi, keesokan harinya, satgas kembali mencatatkan kenaikan angka kematian, yaitu 1.893 kasus.
Pada 1 Agustus 2021, angka kematian juga masih bertengger angka 1.604 kasus. Dengan demikian, total fatalitas di Indonesia telah mencapai angka 95.723 kasus. Becermin pada kondisi ini, jelas diperlukan kebijaksanaan dan strategi yang jitu dari para pemimpin negeri agar bisa menekan pertambahan angka kematian harian.
Akses dan Varian Delta
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pernah mengungkapkan beberapa alasan mengapa angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia tinggi di saat tingkat keterisian rumah sakit (BOR) menurun.
Pertama, Nadia mengingatkan, turunnya BOR tak selalu berarti pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan juga menurun. Tapi bisa jadi, BOR menurun karena banyak pasien Covid-19 yang meninggal di luar rumah sakit.
“Mereka tidak ke RS karena beberapa faktor. Misalnya, karena masih banyak penderita positif yang terlambat mengakses layanan RS, dan masih banyak yang isoman tetapi tidak mau dirujuk ke isolasi yang terpusat,” kata Nadia, Rabu pekan lalu.
Selain itu, Nadia mengungkapkan, tingginya kematian juga dipengaruhi oleh mutasi virus Covid-19 yang dianggap lebih berbahaya, yakni varian Delta. “Kita tahu pola varian Delta meningkatkan keparahan gejala klinis,” ucap Nadia.
Pada kesempatan itu pula, Nadia sekaligus menepis kemungkinan tingginya kematian lantaran kurangnya fasilitas kesehatan. “Kan saat ini BOR turun, artinya ketersediaan sarana mencukupi,” ujarnya.
Sedangkan terkait tenaga kesehatan, Nadia mengaku pihaknya masih mengupayakan agar RS rujukan atau fasilitas layanan kesehatan lainnya tidak mengalami kekurangan SDM medis. Senada dengan itu, Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah terus meningkatkan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan di berbagai daerah menyusul lonjakan kasus kematian yang terus-menerus terjadi.
“Namun, masih terjadinya peningkatan kematian ini tentunya perlu untuk terus dievaluasi,” kata Wiku saat konferensi pers, Kamis (29/7/2021).
Secara mendetail, Wiku membeberkan, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan angka kematian adalah dengan menambah tempat isolasi terpusat dan rumah sakit lapangan. Satgas mencatat, penambahan tempat isolasi terpusat dan rumah sakit lapangan mencapai 868 tempat tidur di Banten, 17.594 tempat tidur di DKI Jakarta, 4.310 tempat tidur di Jawa Barat, 6.089 tempat tidur di Jawa Tengah, 2.031 tempat tidur di DI Yogyakarta, 7.339 tempat tidur di Jawa Timur, dan 1.001 tempat tidur di Bali.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan ke rumah sakit berupa tenda serbaguna, toilet portable, fold bed, dan selimut. “Selain itu, dilakukan pula penambahan pasokan oksigen berupa lebih dari 1.000 ton oksigen dari hibah dalam dan luar negeri, pengelolaan truk armada untuk menyalurkan oksigen, dan penyaluran 3.825 oksigen konsentrator,” tambah Wiku.
Pemerintah pun, menurut Wiku, telah meningkatkan suplai obat-obatan di rumah sakit dan memberikan paket gratis obat untuk masyarakat yang sedang melakukan isolasi mandiri. Untuk membantu penanganan pasien di rumah sakit, pemerintah juga berencana menambah tenaga kesehatan dari perawat yang belum mengambil uji kompetensi dan dokter yang telah selesai internship.
Wiku menyampaikan, jumlah kematian yang terjadi pada Juli ini merupakan yang tertinggi selama pandemi di Indonesia. Hingga kemarin terdapat total 30.168 kematian pada bulan ini. Angka ini sangat tinggi mengingat pada sebelumnya kasus kematian tertinggi yang tercatat pada Juni lalu sebesar 7.913 kasus.
Tiga Strategi
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto pun turut memberikan kiat menekan angka kematian. Setidaknya, kata dia, ada tiga langkah terukur yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, memperbanyak testing, tracing, dan treatment. Itu dilakukan seiring dengan program percepatan vaksinasi.
Kedua, perlu disediakan fasilitas bagi yang mereka yang sakit atau terpapar, baik itu berupa rumah sakit ataupun fasilitas lainnya. Ketiga, penyediaan obat-obatan, ventilator, oksigen dan lainnya yang dibutuhkan untuk menekan angka kematian.
Pada kesempatan itu, Slamet juga mengingatkan urgensi mengurangi beban rumah sakit. Yakni, dengan memberdayakan dokter-dokter di klinik atau yang membuka praktik mandiri. “Makanya diberi insentif agar pasien-pasien ringan enggak usah ke rumah sakit, cukup dirawat di rumah, setiap hari dikunjungi. Jadi dokter ini fungsinya memantau pasien, dia bisa memantau dengan tentunya diberikan APD yang memadai,” terang dia.
Penulis: Ratna Nuraini
Redaktur: Elvira Inda Sari