
PROSESNEWS.ID – Di saat aparat penegak hukum di tingkat kabupaten seolah ‘tertidur’ lelap, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo datang sebagai ‘alarm’ yang membangunkan kesadaran publik. Kejati secara resmi mengambil alih penanganan kasus dugaan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Pohuwato, sebuah langkah yang seharusnya sudah dilakukan sejak lama oleh Polres Pohuwato.
Selama empat tahun, Polres Pohuwato terkesan membiarkan aktivitas ilegal ini berjalan mulus di bawah hidung mereka. Laporan demi laporan yang masuk dari aktivis dan masyarakat seolah hanya menjadi pengantar tidur. Sementara mereka ‘tertidur’, alam Pohuwato terus digerogoti, sungai-sungai tercemar, dan lahan pertanian warga hancur lebur tanpa ada yang membela.
‘Tidur’ panjang Polres Pohuwato akhirnya terusik ketika LAI membawa masalah ini ke tingkat provinsi. Kejati Gorontalo yang menerima laporan tersebut tidak butuh waktu lama untuk bertindak. Tim mereka langsung turun gunung, menginvestigasi lokasi tambang milik Haji Suci (HS) dan menemukan fakta-fakta yang seharusnya sudah menjadi temuan aparat lokal sejak dulu.
Kehadiran alat berat yang masih aktif di lokasi adalah bukti nyata bahwa selama Polres ‘tertidur’, para penambang ilegal justru bekerja keras 24 jam. Mereka tidak pernah beristirahat mengeruk emas dari bumi Pohuwato, meninggalkan kerusakan permanen yang dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat kelas bawah yang paling rentan.
Harson Ali dari LAI mengungkapkan, tindakan Kejati ini adalah jawaban atas doa masyarakat yang selama ini merasa tak punya harapan. “Akhirnya ada yang mendengar kami. Selama ini kami seperti berteriak di ruang hampa,” tuturnya. Ungkapan ini menggambarkan betapa dalamnya kekecewaan publik terhadap kinerja Polres Pohuwato.
Ketika sebuah institusi penegak hukum ‘tertidur’, maka yang terjadi adalah kekosongan hukum. Kekosongan inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk memperkaya diri. Kasus PETI Pohuwato adalah contoh sempurna bagaimana pembiaran dapat melahirkan monster kejahatan lingkungan dan ekonomi yang sulit dikendalikan.
Kasi Penkum Kejati Gorontalo, Dadang Djafar, memastikan bahwa kasus ini akan diusut tuntas. Langkah ini bukan hanya untuk menyeret pelaku ke pengadilan, tetapi juga untuk memberikan efek jera agar kejadian serupa tidak terulang. Kejati seolah sedang membersihkan ‘kamar’ yang sudah lama tidak dirapikan oleh pemiliknya.
Kini, publik menanti kelanjutan dari ‘gebrakan’ Kejati Gorontalo. Namun yang lebih penting, publik juga menunggu apakah Polres Pohuwato akan benar-benar ‘terbangun’ dari tidur panjangnya, atau hanya akan kembali menarik selimut dan membiarkan masalah lain membusuk di kemudian hari.














