PROSESNEWS.ID – Kasus dugaan pelecehan dan persetubuhan yang melibatkan MAR, seorang ASN lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), terhadap anak di bawah umur yang masih duduk di bangku SMK, kembali menambah daftar kasus besar di lingkungan pemerintahan Gorontalo Utara.
Meski berbeda jenisnya dengan kasus-kasus lain seperti korupsi, keterlibatan seorang ASN pada lembaga pemerintah membuat kasus ini mendapatkan perhatian publik. Peristiwa tersebut terungkap setelah ibu korban memberikan keterangan kepada awak media pada 7 November.
Hingga kini, kasus tersebut telah ditangani oleh Polda Gorontalo. Meskipun belum ada keputusan mengenai benar atau tidaknya dugaan tersebut, kasus ini tetap menjadi sorotan dan menjadi peringatan bagi semua pihak.
Pemerintah Gorontalo Utara saat ini tengah menghadapi gelombang persoalan yang cukup besar menjelang akhir tahun. Hal tersebut disebabkan oleh sejumlah kasus dan dugaan penyimpangan yang mulai terungkap di lingkungan pemerintahan. Salah satunya adalah kasus dua mantan direktur Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Gerbang Emas Kabupaten Gorontalo Utara yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri terkait korupsi dana penyertaan modal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan kerugian negara mencapai Rp1,6 miliar.
Selain itu, terdapat beberapa kasus lain yang kini sedang dalam pendalaman Kejaksaan Negeri (Kejari) Gorontalo Utara, di antaranya:
1. Dugaan Korupsi di BKAD Gorontalo Utara
Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD) Gorontalo Utara diduga terlibat tindak pidana korupsi melalui kegiatan bimbingan teknis (bimtek) dan pelatihan sejak tahun 2023 hingga 2024. Dugaan ini muncul setelah sejumlah kepala desa dan pendamping desa melaporkan kejanggalan kepada Kejari Gorontalo Utara.
Plt Kasi Pidsus Kejari Gorontalo Utara, Bagas Prasetyo Utomo, mengatakan bahwa perkara tersebut telah naik ke tahap penyidikan sejak 30 September 2025. Pihaknya menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan bimtek dan pelatihan BKAD sepanjang 2023–2024.
Setiap desa disebut diminta menyetor puluhan juta rupiah dari Dana Desa untuk membiayai kegiatan bimtek di Kota Gorontalo hingga Jatinangor, Jawa Barat. Dana itu kemudian ditransfer ke rekening bendahara ataupun rekening BKAD. Selama dua tahun, total dana yang terkumpul diperkirakan mencapai Rp4,3 miliar.
Kejari Gorontalo Utara masih terus melakukan penyelidikan dan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan atas dugaan korupsi tersebut.
2. Proyek Masjid Jabal Iqro Diduga Bermasalah
Masjid Jabal Iqro, yang dikenal dengan kubah emasnya, berdiri megah di pusat pemerintahan Gorontalo Utara. Namun di balik kemegahan tersebut, proyek pembangunan masjid ini diduga menyimpan penyimpangan anggaran.
Proyek yang merupakan bagian dari Blok Plan Gorontalo Utara itu memiliki pagu anggaran Rp6,8 miliar dengan nilai kontrak Rp6,3 miliar. Kini, proyek tersebut sedang diselidiki Kejari Gorontalo Utara atas dugaan korupsi.
Kejaksaan telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk kantor CV Nafa Karya pada 5 Mei 2025, Dinas PUPR Kabupaten Gorontalo Utara tiga hari setelahnya, serta Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pada 28 Agustus 2025.
Penyelidikan berawal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara. Audit itu menemukan kekurangan volume pekerjaan pembangunan lanjutan Masjid Blok Plan tahun 2023 sebesar Rp755.397.000. Kekurangan tersebut terdapat pada pekerjaan lantai, dinding arsitektural, balok latei, pengecatan, listrik dan jaringan, serta air bersih. Negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp605.397.000.
3. Dugaan Ijazah Palsu Wakil Bupati Gorontalo Utara
Kasus dugaan ijazah palsu turut menyeret nama Wakil Bupati Gorontalo Utara, Nurjanah Hasan Yusuf. Publik menyoroti sejumlah kejanggalan dalam riwayat pendidikannya.
Berdasarkan data yang beredar, Nurjanah tercatat bersekolah di SMP Negeri 4 Buluwangun, Jakarta, pada 1982, namun baru memiliki ijazah SMA Gorontalo pada tahun 2002. Rentang waktu sekitar 20 tahun tersebut dinilai tidak wajar, mengingat jenjang SMP–SMA semestinya hanya berlangsung tiga tahun.
Selain itu, Nurjanah juga tercatat memiliki ijazah Paket C tahun 2012. Dengan demikian terdapat dua ijazah berbeda—sekolah formal tahun 2002 dan nonformal tahun 2012— dengan selisih waktu sepuluh tahun. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan publik dan para akademisi hukum mengenai keabsahan riwayat pendidikan pejabat tersebut.
Beberapa waktu lalu, Bupati Gorontalo Utara, Thariq Modanggu, menyampaikan kepada massa aksi Aliansi Mahardika bahwa kasus ini telah ditangani Polda Gorontalo dan kini menunggu hasil penyelidikan.















