PROSESNEWS.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Gorontalo memberikan klarifikasi resmi terkait polemik pemberitaan salah satu media online yang mengutip pernyataan Ustaz Ruliyanto Podungge mengenai video viral seorang laki-laki yang mengenakan jilbab dan celana pendek. Video tersebut memicu respons warganet, sebagian bahkan menuding MUI mendukung tindakan yang dianggap menyimpang.
Ustaz Ruliyanto menjelaskan bahwa dirinya menerima pertanyaan dari seorang wartawan melalui pesan WhatsApp terkait apakah tindakan tersebut tergolong penistaan agama. Karena kesibukan, ia sempat menunda jawaban selama satu hari. Setelah diminta konfirmasi kembali, ia menyampaikan pandangannya bahwa tidak cukup bukti untuk langsung menyimpulkan hal tersebut sebagai bentuk penistaan terhadap agama.
“Kita harus menilai apakah tindakan tersebut dilakukan dengan maksud mendiskreditkan, melecehkan, atau menghina simbol-simbol agama,” ujar Ustaz Ruliyanto dalam konferensi pers pada Rabu, 23 April 2025.
Ia juga menambahkan bahwa pemilihan pakaian oleh individu tersebut kemungkinan dilatarbelakangi alasan praktis seperti perlindungan dari cuaca atau faktor psikologis terkait identitas sosial. Menurutnya, tindakan tersebut lebih tepat dinilai sebagai ekspresi identitas daripada penistaan agama secara langsung.
“Perlu dibedakan antara dosa dan penistaan agama. Penistaan membutuhkan niat serta tindakan yang jelas menghina simbol keagamaan,” jelasnya.
Ketua I Bidang Fatwa MUI Gorontalo, Dr. Ishak Bakari, turut menegaskan pentingnya prinsip tabayyun atau klarifikasi dalam menyikapi isu sensitif. Ia mengutip Surah Al-Hujurat sebagai dasar bahwa informasi dari sumber yang belum jelas kebenarannya harus diverifikasi terlebih dahulu.
“Jika kita langsung menerima dan menyebarkan informasi tanpa ilmu atau verifikasi, hal itu dapat menyebabkan kita menzalimi orang lain atau suatu kelompok,” ungkapnya.
Dr. Ishak menyayangkan berkembangnya opini publik yang seolah-olah menyatakan bahwa MUI melegalkan perilaku yang secara syar’i jelas dilarang. Padahal, tudingan tersebut berasal dari informasi yang belum terverifikasi secara utuh.
“Banyak warganet yang menganggap MUI mendukung hal yang jelas keharamannya, padahal itu berdasarkan informasi yang keliru,” tambahnya.
MUI menegaskan bahwa lembaga ini tetap berpegang pada fatwa yang telah diterbitkan sejak 2014, yang menyatakan bahwa praktik LGBT merupakan bentuk penyimpangan serius yang dapat merusak tatanan sosial dan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Ketua MUI Provinsi Gorontalo, KH. Dr. Abdurrahman Abubakar Bahmid, juga menyoroti bahwa penyebaran potongan pernyataan tanpa konteks lengkap telah mencemarkan nama baik MUI. Ia mengimbau agar media dan masyarakat lebih objektif dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Sebagai lembaga yang menaungi ulama dan cendekiawan dari berbagai ormas Islam, MUI memiliki peran strategis sebagai Himayatul Ummah (benteng umat) dalam menjaga akidah dan moral, serta sebagai Khadimul Ummah (pelayan umat) yang mengedepankan pendekatan edukatif dan persuasif dalam menangani isu keumatan.
Reporter: Fahri Parebba