
PROSESNEWS.ID – Senyum merekah dengan mata berkaca-kaca mengiringi langkah Nurlia Herman, S.Pd., saat mengenakan toga di prosesi Wisuda ke-52 Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Dari ratusan nama yang dikukuhkan hari itu, kisah Nurlia menyita perhatian. Ia adalah putri dari keluarga sederhana yang kesehariannya bergantung pada penjualan bensin eceran, namun kini resmi berdiri sebagai sarjana pendidikan.
Ayahnya, seorang penjual bahan bakar eceran, dan ibunya, seorang ibu rumah tangga, menjadi sosok yang membentuk keteguhan hati Nurlia.
“Dari mereka, saya belajar arti kerja keras, kejujuran, dan keteguhan hati. Dengan kondisi ini, saya tidak hanya berjuang dalam akademik sebagai mahasiswa UNG, namun juga berjuang menepis keterbatasan,” ungkapnya lirih.
Perjalanan menuju toga sarjana baginya bukan sekadar menempuh perkuliahan, melainkan juga melawan keterbatasan ekonomi. Doa sang ibu dan kerja keras ayahnya menjadi kekuatan utama. Nurlia menanam keyakinan bahwa pendidikan adalah jalan untuk mengubah masa depan.
“Dengan keterbatasan ekonomi, saya ingin membuktikan bahwa anak dari keluarga sederhanapun bisa berdiri sejajar bahkan menjadi yang terbaik jika dibarengi dengan tekad dan doa,” ucapnya penuh haru.
Keteguhan itu akhirnya berbuah manis. Selama kuliah, Nurlia tidak hanya bertahan, melainkan juga meraih prestasi. Ia pernah dipercaya tampil sebagai presenter dalam International Conference on Education, menorehkan juara dua pada ajang Peksiminas tingkat UNG, hingga dinobatkan sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,92.
Kesuksesan itu tak lepas dari peran beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang membantunya melanjutkan pendidikan.
“Keberasilannya menempuh pendidikan di perguruan tinggi juga tidak lepas dari bantuan beasiswa KIP-K. Bagi saya beasiswa tersebut bukan hanya menjadi penopang bagi perjalanan pendidikannya, namun juga menjadi cahaya harapan hingga membawa dirinya sampai pada titik ini,” pungkasnya.














