PROSESNEWS.ID – Limbah B3 merupakan singkatan dari Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Limbah B3 juga dapat, diartikan sebagai suatu buangan atau limbah yang sifat dan konsentrasinya mengandung zat yang beracun dan berbahaya.
Sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan, mengganggu kesehatan, dan mengancam kelangsungan hidup manusia serta organisme lainnya.
Karakteristik limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 5 adalah mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan beracun.
Disebutkan juga, bahwa penyimpanan limbah B3 harus sesuai ketentuan yang ada dengan durasi penyimpanan maksimal 90 hari sesuai jenis an karateristik limbah B3 itu sendiri.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo, Faisal Lamakaraka, bahwa persoalan limbah B3 sangat kompleks dan luas baik dari segi penyimpanan, pengangkutan bahkan sampai ke pengolahannya. “Limbah B3 itu sangat kompleks.
Seperti “Bom Waktu”, jika mulai dari penyimpanan, pengangkutan dan sampai pengolahannya tidak sesuai aturan yag ditetapkan, akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Apalagi di Gorontalo ini sendiri hanya masih mengandalkan pihak ketiga dalam hal pengangkutan dan pengolahan limbah B3, mengingat belum adanya ijin yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk pengolahan limbah B3 di Gorontalo” ungkap Faisal, Jumat (31/01/2020).
Lebih teknis lagi, melalui Kepala Bidang Pengkajian dan Penataan Lingkungan, Nasruddin menjelaskan bahwa produsen limbah B3 itu sendiri bisa berasal limbah industri, limbah laboratorium, limbah rumah sakit dan atau limbah rumah tangga, akan tetapi penyumbang limbah b3 terbesar berasal dari limbah industri, limbah laboratorium, rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
“Sebagai informasi, prosedur pengelolaan dan persyaratan teknis Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 terkhususkan untuk medis sudah cukup jelas diatur dalam Peraturan Menteri LHK No. P. 56 tahun 2015 dan juga pada Permenkes No. 7 tahun 2019. Diharapkan, petugas kesehatan mempedomani aturan tersebut. Karena mulai dari ruang tindakan sampai pada Tempat Penyimpanan.
Sementara (TPS) Limbah B3 harus sesuai prosedur dan ketetapan yang ada, sehingga mampu meminimalisir segala resiko yang mampu merusak kesehatan masyarakat dan lingkungan” tukas Nasruddin kepada awak media ini.
Lebih lanjut, pihak DLH Provinsi Gorontalo akan selalu memonitor dan mendampingi serta membina tentang Pengelolaan Limbah B3 baik itu hasil industri, laboratorium dan atau dari rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan.
Editor ; Raffa Aditya