Amerika Serikat, disingkat dengan AS (United States of America/U.S.A.), atau secara umum dikenal dengan Amerika adalah sebuah negara republik konstitusional federal yang terdiri dari lima puluh negara bagian dan sebuah distrik federal. Negara ini terletak di bagian tengah Amerika Utara, yang menjadi lokasi dari empat puluh delapan negara bagian yang saling bersebelahan, beserta distrik ibu kota Washington, D.C. Amerika Serikat diapit oleh Samudra Pasifik dan Atlantik di sebelah barat dan timur, berbatasan dengan Kanada di sebelah utara, dan Meksiko di sebelah selatan.
Luas wilayah Amerika Serikat 3,79 juta mil persegi (9,83 juta km2) dan jumlah penduduk sebanyak ± 329,256 juta jiwa di Tahun 2018, Amerika Serikat merupakan negara terluas ketiga atau keempat di dunia, dan terbesar ketiga menurut jumlah penduduk. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang paling multietnik dan paling multikultural di dunia. Hal tersebut muncul akibat adanya imigrasi besar-besaran dari berbagai penjuru dunia. .
Amerika merupakan negara adidaya dan negara yang besar, dimana segala apapun kebijakan politik di dalam negerinya dapat berpengaruh pada negara-negara lainnya, apalagi kebijakan luar negerinya. Banyak aspek kebijakan di Amerika selalu menjadi perhatian dikarenakan akan berdampak pada politik dan ekonomi negara-negara di dunia ini.
Saat pelantikan Donald Trump 11 Januari 2017 yang lalu banyak negara menaruh harapan ekspektasi yang besar atas segala kebijakannya. Indonesia yang salah satu menaruh harapan besar pada saat itu, dimana Amerika mempunyai visi masa depan untuk membangun kemitraan yang lebih strategis lagi dengan Indonesia di era pemerintahan Jokowi. Hubungan Indonesia dengan Amerika pada era Presiden Donald Trump yang sudah dimulai pada saat pemerintahan SBY. Visi ini terutama didorong oleh kenyataan bahwa Indonesia mempunyai pengaruh yang begitu signifikan di era komunitas ASEAN dan merupakan negara demokrasi dengan jumlah penduduk terbesar.
Hubungan diplomatik RI-AS dibuka secara resmi pada 28 Desember 1949 dan kini berada pada tahapan Strategic Partnership. Sebuah tahapan penting bagi Indonesia dan AS untuk secara bersama-sama berbagi tanggung jawab mencari solusi atas tantangan-tantangan global, sembari menguatkan kerja sama strategis antara kedua negara.
Hubungan Amerika – Indonesia
Trump memenangkan pemilu di tahun 2017, sejak itu Trump mengancam untuk menarik diri dari pakta-pakta kerja sama perdagangan bebas seperti Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dan Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Partnership Agreemen/TPPA). Ia bahkan menyarankan AS menarik diri dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kebijakan Trump yang cenderung anti globalisasi dan anti liberalisasi perdagangan dikhawatirkan akan menyulut perang dagang antar negara yang ujungnya bakal menimbulkan ketidakstabilan ekonomi global. Dampak kebijakan perdagangan Trump bagi ekonomi Indonesia berpotensi memukul industri dalam negeri karena masih banyak industri dalam negeri yang menggunakan bahan baku impor dan berpotensi memperlemah ekspor Indonesia ke Amerika. Padahal, hubungan ekonomi Indonesia-Amerika selama ini begitu strategis. Begitu juga kebijakan Trump yang memangkas pajak korporasi tentu akan menarik perusahaan-perusahaan Amerika untuk lebih banyak berinvestasi di negaranya sendiri. Dampaknya, alokasi investasi korporasi-korporasi Amerika di negara-negara lain termasuk Indonesia bisa jadi akan berkurang.
Kebijakan Trump di bidang perdagangan yang anti globalisasi dan perdagangan bebas oleh anggota Kongres dari Partai Demokrat dan para analis politik di Amerika dinilai akan melemahkan ekonomi Amerika karena selama ini Indonesia merupakan negara mitra kerja sama ekonomi yang strategis. Amerika masih membutuhkan impor pangan, energi, dan beberapa komoditi industri tekstil dari Indonesia. Namun, kebijakan Trump bisa berpotensi memperlemah hubungan kerja sama Indonesia dengan Amerika.
Prof. Dr. Firman Noor Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI mengatakan, Pemilu di Amerika Serikat merupakan menjadi perhatian semua negara di dunia ini, dimana pemilu menjadi bagian dari proses politik dalam demokrasi. Terpilihnya Baiden ini suatu perbincangan yang hangat, perlu dari kita untuk mengetahui dampak dari pemilu di AS ini pada kawasan Asia Tenggara, terpilihnya Baiden secara keseluruhan cukup baik untuk mengembalikan hubungan multilateral yang lebih baik. Di era pemerintahan Trump sangat menarik diri dari organisasi-organisasi yang dianggap tidak menguntungkan, dan disatu sisi Trump menyerukan perlawanan terhadap Cina.
Manuver AS itu merespon ajakan untuk melawan Cina bagi negara-negara Asia Tenggara, dimana negara Asia Tenggara melihatnya itu suatu peluang dalam konteks perdagangan. Salah satu negara Asia Tenggara yaitu Vietnam setuju dengan Trump bahwa Cina itu suatu ancaman, dimana Cina relatif lebih bebas untuk melakukan manuver-manuver nya. Terlepas dari itu Asia Tenggara bahwa tidak bisa dinafikan begitu saja dimana letaknya yang strategis, memiliki peluang ekonomi dan keamanan.
Pandangan yang tidak jauh beda Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI menyampaikan ada kebijakan AS di Asia Tenggara apakah itu berlanjut, Asia Tenggara penting bagi AS tetapi bukan prioritas, melainkan karena letaknya strategis di tengah indo pasifik yang dipopulerkan oleh Trump. Asia tenggara penduduknya besar dan memiliki potensi SDA (pasar ekspor, tujuan investasi). RRT lebih mampu mengembangkan ekonominya dan lain-lain itu menjadi ancaman bagi AS.
Baiden akan memutar balik kembali kebijakan Amerika Serikat yang dilakukan oleh Trump seperti kembali masuk ke WHO, memberikan dukungan kepada Unesco, dan bagi negara-negara berkembang itu akan menguntungkan.
Nilai Asia Tenggara akan meningkat dimata AS untuk mencari dukungan dalam menghadapi Cina, di era Trump menyebutnya komunis. Pada dasarnya AS menarik negara-negara Asia Tenggara untuk menjadi pro AS atau menjadi sekutunya. Singapore merupakan mitra yang kuat AS, dan AS cukup konsisten memberikan dukungan pada ASEAN. Sejak awal AS mendukung ASEAN yang selama Perang Dingin dilihat sebagai tameng melawan komunisme, dan dibawah pemerintahan Obama memberikan perhatian khusus pada ASEAN dengan meratifikasi perjanjian kerjasama serta cukup rajin hadir di pertemuan ASEAN. Obama di kebijakan nya tetap mendukung indo pasifik, dan multilateralisme diemban oleh ASEAN yang menjadi tulang punggung. Kebijakan Baiden akan melanjutkan kebijakan oleh Obama dan Trump. Walaupun ada perbedaan tapi sikap AS cukup keras pada RRT. Dan agak sulit bagi demokrat untuk kebijakan yang berbeda dari Trump, dan kemungkinan Baiden akan rajin hadir di pertemuan-pertemuan tingkat tinggi (baik presiden atau menlunya).
Dr. Siswanto Peneliti Politik Internasional dari Pusat Penelitian Politik LIPI, menyampaikan kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan kita bernaung, pemilu AS yang lalu dimana pemilu yang memiliki kehangatan dan kontrovesi, dimana Trump tidak menerima kekalahannya dengan mendapat 214 votes sedangkan Baiden 270 votes. Nanti tanggal 20 Januari ketua pemilihan umum akan bersidang untuk mengumumkannya, tanggal 21 Januari pengesahan dan menetapkan hasil pemilu sekaligus akan ada pelantikan presiden, disini baru terlihat arah kebijakannya. Kebijakannya kita masih meraba ketika Baiden berkampanye, Skema Geopolitik Amerika Serikat mengedepankan pandangan aspek Out of Circle AS melihatnya ini di luar zona strategis, Middle Circle pada zona persahabatan, dan Inner cicle yang merupakan daerah memiliki pengaruh, serta Core circle dimana Zona ini menjadi strategis di Amerika.
Proyeksi kebijakan Baiden mengarah pada neo internasionalis dan liberalisme. Liberalisme kebijakan luar negeri yang mengedepankan nilai-nilai Amerika yaitu liberal mengenai hak-hak individu, kebebesan berpendapat dan kesamaan hak, serta hak-hak untuk mendapatkan kebahagian dan sebagainya yang standar dalam liberalisme dan ada di dalam deklarasi kemerdekaan AS pada alinea ke dua. Setiap calon presiden dari partai demokrat dimana hak-hak minoritas yang menjadi perhatian.
Liberalisme yang dikembangkan menjadi rujukan Baiden apakah ideologis atau pragmatis, karena AS sedang mempunyai persoalan besar di dalam negerinya terkait masalah pertumbuhan ekonomi. Jadi akan mempengaruhi kebijakan politik luar negerinya. Seandainya Baiden menjalankan isu-isu hak minoritas tapi tidak sampai seprontal mengembangkan liberalisme ideologis melainkan liberalisme pragmatis, karena butuh pendanaan yang masih fokus pada perbaikan ekonomi di dalam negerinya.
Baiden menjaga tetap dominasinya di kawasan asia tenggara, dan perang dagang akan menjadi kebijakan untuk perbaikan serta akan bernegosiasi atau akan ada kompromi-kompromi untuk menyelesaikan persoalan ekonomi dunia.
Kebijakan Baiden pada indonesia, tetap sebagai fenomena dimana negara yang berlimpah SDA-nya, penduduk yang padat, letaknya strategis tetap menjadi perhatian. Di era Trump dulu Indonesia anti Trump, dan kebijakan Baiden akan semakin lebih baik.
Gelagat politik dari Baiden yang sungguh-sungguh membantu perdamaian di timur tengah. Apakah Baiden merupakan bayang-bayang dari Obama sebagian ada benarnya dan sebagian belum tentu juga. Kebijakan Baiden lebih kepada timur tengah. Kebijakan-kebijakan AS di hegemoni di Asia tenggara tetap hadir, artinya AS akan tetap menjadi kekuatan yang mengimbangi keinginan Cina di kawasan. Era Baiden cenderung pada perbaikan kerjasama-kerjasama ekonomi.
Penulis : Suhendra Mulia, M.Si. (Humas Madya LIPI)