PROSESNEWSID – Terkait insiden penembakan pelaku curanmor FI, yang terpaksa ditembak mati oleh tim Resmob Polres Gorontalo Kota, karena hendak kabur dan melawan petugas, saat sedang melakukan penggeledahan ke salah satu rumah tersangka, yang diduga menjadi tempat penyimpanan barang bukti yang berada di Desa Imanah, Kecamatan Gentuma, Kabupaten Gorontalo Utara, Selasa (05/05/2020), menarik perhatian tersendiri bagi salah satu praktisi hukum di Gorontalo, Rovan Panderweis Hulima, SH.
Kepada prosesnews.id , Kepala Bidang Keanggotaan DPC PERADI Gorontalo ini, membeberkan bahwa menembak mati seseorang terduga pelaku tindak pidana dapat dibenarkan apabila dilakukan dalam rangka menjalankan tugas (red : penangkapan), dan dilakukan dalam keadaan terpaksa atau pembelaan terpaksa.
Pembelaan terpaksa tersebut harus sesuai Pasal 49 KUHP, yaitu pembelaan terpaksa tersebut dilakukan untuk diri sendiri, maupun orang lain, kehormataan kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
“Teknis prosedur pembelaan terpaksa yang dilakukan petugas polisi dilapangan dalam menjalankan tugas penangkapan diatur lebih lanjut dalam Standar Prosedur Operasi (SOP) Kepolisian, yang tentunya SOP tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia” beber Rovan.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan jika pihak keluarga merasa bahwa penembakan hingga mati, terhadap anggota keluarganya yang dilakukan oleh polisi, dalam rangka menjalankan tugas penangkapan tersebut sewenang-wenang dan melanggar hukum, maka pihak keluarga maupun kuasanya dapat menempuh upaya hukum praperadilan, yang diajukan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana diatur di dalam Pasal 79 dihubungkan dengan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Praperadilan merupakan proses hukum untuk memeriksa, salah satunya yaitu, memerika sah atau tidaknya penangkapan, yang dilakukan oleh polisi tersebut. Dalam praperadilan juga dapat diajukan tuntutan ganti kerugian, akibat tindakan polisi yang dianggap dan dapat dibuktikan telah sewenang-wenang, dan melanggar hukum (Pasal 81 KUHAP). Atau apabila tidak diajukan dalam praperadilan, tuntutan ganti rugi dapat diajukan oleh ahli warisnya, atau pihak ketiga yang berkepentingan melalui gugatan kepada ketua pengadilan negeri, sesuai hukum acara perdata. Apabila penembakan yang dilakukan oleh polisi bukan dalam rangka menjalankan tugas berdasarkan undang-undang, maka tindakan polisi tersebut merupakan tindak pidana yang dapat diproses secara pidana” ungkapnya.
Praktisi hukum inipun menambahkan bahwa jika pihak keluarga, atau kuasanya juga dapat mengajukan upaya hukum berupa pelaporan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Divpropam Polri), atas tindakan polisi tersebut untuk dapat diproses secara etik.
“Jika pihak keluarga merasa keberatan, silahkan mengajukan upaya hukum berupa pelaporan resmi, atau bisa juga melalui kuasa hukumnya” tutupnya. (RF)