Catatan : Fence Abas
GONG kembali di tabuh oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) dengan di keluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.
Hal itu membuat sejumlah kontestan Pemilukada 2020, segera melakukan konsolidasi, hingga dapat mengikuti kontestasi ini. Tentunya sejumlah persiapan dilakukan baik oleh Partai Politik maupun, mereka yang telah mendaftarkan lewat jalur independen. Berita partai melakukan rapat pimpinan , maupun rapat pimpinan khusus mulai berada di beranda media cetak serta media elektronik.
Semua ini menjadi fenomena tersendiri disaat masa penerapan New Normal Baru, fakta bahwa Penyebaran Covid 19 masih ada. Saat ini tak menjadi penghalang untuk memuaskan keinginan kembali berkuasa atau sekedar merebut kekuasaan. Semuanya mengarah ke peningkatan eskalasi politik tingkat tinggi. Di saat-saat itu, banyak terjadi kejadian unik yang justeru membuat suasana pemilu semakin hangat diperbincangkan.
Saat ini kita perlu menilai kembali, seberapa efektif pemilukada saat ini, mengingat bahwa pada pemilihan legislatif 2019. Banyak terjadi politik Uang. Pertanyaan seperti ini layak diajukan karena berbagai analisis sosial dan politik sudah banyak dilakukan oleh banyak pihak dari beragam perspektif. Meski demikian, fenomena politik uang dan kecurangan politik masih saja terjadi.
Bila kita telaah lagi, bahwa aksi politik uang ini sama dengan permintaan pada masyarakat, sehingga terjadi hukum pasar. Tentunya nilai suara sulit menemukan titik keseimbangan, karena pasar politik uang cenderung tertutup. Fakta lain yang dapat kita liat adalah porsi jumlah incumbent yang duduk dengan muka baru, tidak seimbangan. Meskipun pada masa sebelumnya banyak jargon di masyarakat seperti “mo gantiya po” tapi hal tersebut bertolak belakang dengan fakta hasil pemilu 2019.
Untuk dapat mengetahui perilaku politik suatu masyarakat dapat ditilik dari distribusi pola -pola orientasi khusus menuju tujuan politik di antara masyarakat tersebut. Dengan menggunakan pendekatan teori budaya politik yang didalamnya menggali orientasi politik individu yang membentuk perilaku politik seseorang yang dikembangkan dari Talcott Parsons dan Edwars Shills (Toward a General Theory of Action) yang terkenal dengan psikoanalisisnya kita dapat melihat bagaimana perilaku politik suatu komunitas maupun masyarakat .
Tipe – tipe orientasi politik individual tersebut di bagi tiga 1). Orientasi Kognitif (Parochial). 2). Orientasi Afektif (Subject) 3). Orientasi Evaluatif (Partisipan). Maka tipe yang sesuai untuk pemilih dengan kecenderungan Money Politik adalah Tipe Orientasi Kognitif (Parochial) yaitu individu dalam komunitas sosial hanya sekedar mengenal simbol – simbol politik, pengetahuan mendasar tentang kepercayaan politik, peranan, dan segala kewajibanya serta input dan outputnya. Orientasi kognitif ini bisa di contohkan dengan sikap politik seseorang saat menentukan pilihan politik di pemilu.
Apabila individu tersebut sekedar mengetahui simbol politik partai pilihanya, dan ia tidak begitu dalam mengetahui visi dan misi perjuangan partai yang hendak dipilihnya, maka ia berorientasi politik yang kognitif. Sehingga membuat perilaku atau budaya politik pemilih menjadi skeptis serta pengambilan keputusan lebih ke cara pragmagtis ( Money Politik).
Hal ini seharusnya bisa di ubah, apa bila partai politik dan Anggota legislatif serta Bupati , Walikota mau pun Gubernur terpilih dapat menjelaskan apa saja yang telah di lakukan mereka setelah terpilih.
Partai Politik melakukan pendidikan politik dengan menjelaskan Visi Misi partai serta perjuangan partai kepada masyarakat umum, Anggota legislatif secara periodik membuat laporan kepada masyarakat tentang hal yang telah dilakukan, maupun hasil perjuangan mereka dalam institusi lembaga legislatif. Bupati ,Walikota dan Gubernur menjelaskan secara berkala perkembangan pembangunan serta capaian Visi misi yang disampaikan pada saat pemilu kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tahu apa saja capaian yang bisa terwujud dari Visi misi saat pemilukada.
Hal ini tentunya dapat merubah paradigma masyarakat sebelumnya skeptis menjadi sangat partisipatif dalam pembangunan, tentunya dalam menyampaikan ini diukur oleh lembaga penelitian yang independen dan melakukan penilaian secara objektif.
Apakah kita dapat mencapai ruh demokrasi secara hakiki ? jawaban prtanyaan itu, saat ini masih jauh dari harapan, Apa bila pendidikan politik belum menjadi ruh demokrasi karena kalah dengan Nafsu kekuasaan sesaat. (**)