
PROSESNEWS.ID – Langkah Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam mengatasi potensi gagal bayar Dana Desa menuai kritik tajam dari perangkat desa.
Kritik tersebut mencuat setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang memuat mekanisme penyelesaian kewajiban pembayaran kegiatan desa dengan sumber dana non-earmarked.
Sebelumnya, Menteri Desa PDTT, Yendri Susanto, dalam siaran pers bersama mengumumkan lima solusi berjenjang yang harus ditempuh desa untuk menutupi kekurangan dana, yakni memanfaatkan Sisa Dana Desa (SiLPA) earmarked, menggunakan Dana Penyertaan Modal Desa (PMD) yang belum disalurkan, memanfaatkan sisa anggaran atau penghematan Tahun Anggaran 2025, menggunakan SiLPA Perhitungan Anggaran 2025, serta mencatat kekurangan dana sebagai kewajiban yang akan dibayarkan pada Tahun Anggaran 2026 menggunakan sumber dana lain.
Salah satu pihak yang mengkritisi kebijakan tersebut adalah Kepala Desa Kaidundu Barat, Kecamatan Bone Pesisir, Kabupaten Bone Bolango, Hendra Koniyo. Ia menilai PMK 81 belum menjadi solusi konkret bagi desa-desa yang sedang menghadapi tekanan anggaran.
Menurut Hendra, sebagian besar desa telah merealisasikan Dana Ketahanan Pangan (Ketapang) sesuai regulasi sebelumnya. Kondisi ini membuat SiLPA yang diandalkan pemerintah dalam solusi pertama tidak lagi tersedia.
“Sisa anggaran earmarked pun sudah direalisasikan sebagian besar. Sisanya tidak akan mampu menutupi kebutuhan mendesak desa, seperti pembayaran gaji, honor, atau penyelesaian pembangunan yang sudah selesai dengan dana talangan,” ujar Hendra Koniyo.
Hendra juga menyoroti solusi kelima, yakni pengalihan beban kekurangan dana sebagai kewajiban yang dibayarkan pada tahun 2026 menggunakan sumber pendapatan lain. Ia mempertanyakan sumber dana yang dimaksud pemerintah, mengingat mayoritas desa tidak memiliki Pendapatan Asli Desa (PAD) yang memadai.
“Dana Alokasi Dana Desa (ADD) pun sebagian besar hanya cukup untuk menutup kebutuhan gaji rutin tahun berjalan. Lalu, dari mana sumber dananya untuk menutupi beban akibat kebijakan PMK 81 ini?” tegasnya.
Untuk menyelesaikan persoalan secara nyata, Hendra mengajukan dua tuntutan konkret kepada pemerintah pusat: mencabut PMK Nomor 81 Tahun 2025 dan mencairkan seluruh sisa Dana Desa Tahap II.














