
PROSESNEWS.ID – Mengajar empati dan inklusivitas tidak harus dilakukan dengan cara yang kaku dan membosankan. Komunitas Rangkul Asa membuktikannya melalui program Sapa Inklusi “Mengenal Inklusi Sejak Dini” yang sukses digelar di SDN 7 Tapa, Kabupaten Bone Bolango.
Kegiatan ini menjadi tolak ukur baru bagi dunia pendidikan di Provinsi Gorontalo karena menjadi pengenalan inklusi pertama yang diterapkan di sekolah dasar umum di daerah tersebut.
Pemilihan SDN 7 Tapa bukan tanpa alasan. Sekolah ini dikenal sebagai pelopor berbagai kegiatan inovatif dan selaras dengan visi Rangkul Asa yang kini dipercaya sebagai penanggung jawab isu anak dan remaja tingkat provinsi.
Desain Kegiatan yang Komprehensif dan Interaktif
Acara diawali dengan sosialisasi kepada 120 siswa kelas 1 hingga kelas 6, mencakup pengenalan dasar tentang disabilitas dan inklusivitas. Para siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan, tetapi juga mempraktikkan langsung komunikasi inklusif, seperti belajar bahasa isyarat dasar — “terima kasih,” “teman,” “guru,” dan lainnya — serta mengenal bentuk disabilitas netra. Fokus utama sesi ini adalah membangun empati dan cara menyikapi perbedaan.
Selanjutnya, sebanyak 58 siswa dari kelas 4, 5, dan 6 mengikuti sesi inti berupa gim inklusi. Anak-anak dibagi menjadi enam kelompok (Pasukan Bebek, Ular, Katak, Monyet, Sapi, dan Kucing) untuk mengikuti tiga ruang tantangan adaptif yang mensimulasikan pengalaman disabilitas.
Ruang Tuli (kelas) – Siswa berkomunikasi hanya dengan gerak isyarat dan menulis tebakan tanpa berbicara. Aktivitas ini menumbuhkan empati terhadap budaya tuli dan komunikasi non-verbal.
Ruang Daksa (lapangan) – Siswa diminta mengumpulkan Bintang Asa menggunakan sedotan tanpa menggunakan tangan. Tantangan ini menggambarkan bagaimana aktivitas sehari-hari terasa berbeda bagi penyandang disabilitas fisik.
Ruang Netra (taman bermain) – Satu anak ditutup matanya dan dipandu oleh teman satu kelompok untuk mencari bintang. Sesi ini melatih rasa percaya dan pemahaman tentang cara yang benar dalam mendampingi penyandang disabilitas netra.
Apresiasi dari Sekolah dan Harapan dari Penyelenggara
Pengawas Bina SDN 7 Tapa memberikan apresiasi terhadap metode yang digunakan.
“Kegiatan ini sangat mendukung program SDN 7 Tapa sebagai sekolah ramah, inklusi, dan sehat. Ini adalah perwujudan dari undang-undang sekaligus program preventif terhadap bullying, karena anak-anak kini tahu bagaimana cara menghadapi dan merangkul teman yang berbeda dengan dirinya,” jelasnya.
Sementara itu, Founder Rangkul Asa, Yusrilsyah Limbanadi, berharap kegiatan ini dapat menjadi langkah awal bagi perluasan edukasi inklusif di sekolah-sekolah lain di Provinsi Gorontalo.
“Tentunya saya berharap kegiatan awal ini bisa merangkul seluruh sekolah di Provinsi Gorontalo dan mendapatkan dukungan dari banyak pihak, baik lembaga pendidikan maupun pemerintah,” paparnya.
Di sisi lain, pemateri sekaligus pengurus Rangkul Asa, Nabila Salsabila Robot, menekankan pentingnya penanaman nilai empati sejak dini.
“Seluruh anak yang telah diajarkan tadi bisa memahami dan menerapkan perkenalan inklusi kepada teman disabilitas serta tumbuh rasa empati ketika menyikapi perbedaan,” tambahnya.
Dengan metodologi belajar yang interaktif, Sapa Inklusi bukan hanya mengajarkan teori, tetapi juga menanamkan pengalaman langsung tentang keberagaman dan empati. Inisiatif ini menjadi contoh nyata bahwa pendidikan inklusif bisa disampaikan dengan cara yang menyenangkan, mendalam, dan berdampak bagi anak-anak.














