PROSESNEWS.ID — Menjadi korban perlakuan kekerasan seksual, SI sebagai suami dari korban HG sangat menyangkan penegakan hukum yang dinilai sangat tidak adil.
Sebelumnya HG menjadi korban kekerasan seksual oleh tetangganya sendiri, NK (56), pada 7 Oktober 2022 silam di saat dirinya sedang menyusui anaknya di ruangan tamu dengan kondisi rumah tertutup.
SI, suami korban mengatakan, pada saat HG dalam keadaan tertidur sambil menyusui anaknya, tiba-tiba dia kaget karena ada seseorang yang meramas bagian kemaluannya.
“Jadi ti maitua kaget, badiri kamari langsung dia maki-maki ini pelaku, baru dia so pigi,” kata sang suami saat dimintai keterangan oleh sejumlah media.
SI juga menambahkan, kejadian tersebut baru diketahui sesaat setelah dirinya pulang kerja dan mendapatkan laporan dari istrinya,
Setelah mendengar pengakuan dari sang istri, SI segera melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dialami HG ke Polsek Tuladenggi. Namun, kasus tersebut kemudian diarahkan ke Polda Gorontalo dan akhirnya dilimpahkan ke Polres Gorontalo untuk ditindaklanjuti lebih lanjut.
Lebih lanjut, setelah adanya putusan, SI sangat kecewa, karena dalam persidangan yang digelar pada 4 maret 2024 jaksa menuntut terdakwa dihukum selama 4 tahun penjara dan denda 10 juta rupiah, namun oleh hakim hanya diputuskan 2 tahun penjara dengan denda 50 juta rupiah, sehingga dirinya mempertanyakan regulasi apa yang diambil oleh Majlis Hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
“Tentunya sangat kecewa, apalagi sampai dengan saat ini pelaku juga belum ditahan, meskipun sudah divonis, ini bagaimana?” protes SI.
Menagnggapi hal tersebut, Humas Pengadilan Negeri Limboto, Randa Fabriana Nurhamidin menjelaskan, jika hakim menjatuhkan putusan tersebut telah melalui musyawarah dan berdasarkan hasil pemeriksaan persidangan serta dilihat dari tingkat kesalahan terdakwa, di mana hakim berwewenang memberikan putusan tanpa terikat dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
“Itu wewenangnya hakim, sementara JPU hanya punya wewenang menuntut,” jelas Randa pada, Selasa (05/03/2024).
Adapun untuk alasan belum dilakukannya penahanan terhadap terduga pelaku, kata Randa, dalam undang-undang pidana itu tidak ada kewajiban untuk menahan terduga dengan ancaman di bawah 4 tahun penjara.
“Jadi yang didakwakan JPU itu kalo tidak salah, UU tindak kekerasan seksual pasal 6A maksimal 4 tahun, sementara dalam KUHAP yang melakukan tindakan pidana itu bisa ditahan kalau vonis 5 tahun atau lebih,” pungkasnya.
Reporter: Pian N Peda