
PROSESNEWS.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Gorontalo menegaskan bahwa fenomena LGBT bukan hanya bentuk penistaan agama, melainkan sesuatu yang jauh lebih buruk dari itu. Pernyataan tegas ini disampaikan melalui rilis resmi yang dipublikasikan pada 23 April 2025, bertepatan dengan 24 Syawwal 1446 H, sebagai bentuk respons atas kegaduhan publik yang dipicu oleh viralnya sosok laki-laki mengenakan hijab di media sosial, yang dianggap sebagai panutan oleh kalangan LGBT di Gorontalo.
Dalam rilis tersebut, MUI Gorontalo mengawali dengan kutipan hadits Nabi Muhammad SAW, “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari), sebagai landasan hukum yang jelas untuk menolak segala bentuk penyimpangan gender dalam Islam.
Menurut MUI, penyimpangan semacam itu tidak hanya melanggar norma agama, tetapi juga berpotensi merusak tatanan sosial dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Kekhawatiran ini kian menguat menyusul viralnya seorang pegiat media sosial yang mengenakan simbol-simbol keislaman, seperti hijab, yang memicu kontroversi di ruang publik.
Lebih lanjut, MUI juga memberikan klarifikasi penting terkait pemberitaan media yang dinilai tidak utuh dan memotong pernyataan seorang anggota MUI, sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Narasi yang beredar seolah-olah MUI merestui penggunaan hijab oleh waria dan menyebutnya bukan sebagai bentuk penistaan agama.
Padahal, menurut Ketua MUI Provinsi Gorontalo, KH. Dr. Abdurrahman Abubakar Bahmid, pemotongan pernyataan tanpa menyertakan penegasan bahwa tindakan tersebut adalah haram dan lebih buruk dari penistaan adalah blunder besar yang merugikan citra MUI dan menyesatkan opini publik.
Dalam rilis tersebut, KH. Abdurrahman Masyarakat berharap masyarakat harus bisa membedakan antara pendapat pribadi dan pernyataan resmi lembaga. Media juga seharusnya tidak menggiring opini publik dengan potongan kalimat yang dapat menyesatkan.
Sementara itu, Ketua I Bidang Fatwa MUI Provinsi Gorontalo, Dr. Ishak Bakari menegaskan, sikap MUI terkait LGBT telah disampaikan secara tegas sejak tahun 2014. Dalam fatwa tersebut, seluruh bentuk aktivitas LGBT dinyatakan haram dan MUI turut mendesak pemerintah agar tidak melegalkan keberadaan tempat atau komunitas yang mendukung praktik tersebut.
Meski demikian, MUI menegaskan bahwa pintu taubat selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin kembali ke fitrah dan memperbaiki diri niat karena Allah SWT. Dalam hal ini, MUI bahkan membuka diri untuk menjadi tempat konsultasi serta memberikan pendampingan dan rehabilitasi mental bagi para pelaku penyimpangan yang benar-benar ingin berubah.
Rilis ini menjadi bagian dari fungsi MUI sebagai Khadimul Ummah (pelayan umat), Himayatul Ummah (penjaga umat), dan Shadiqul Hukumah (mitra pemerintah), untuk terus menjaga kemurnian ajaran Islam sekaligus merangkul mereka yang ingin kembali ke jalan yang benar.














