PROSESNEWS.ID – Diakui PT. Wilmart Byatama Abadi, jika penguasaan lahan pertambangan batu pecah seluas 104 Hektar menuai pro dan kontra di masyarakat.
Kemudian PT Wilmart, menawarkan solusi terbaik kepada masyarakat. Jerson menegaskan menurut undang-undang agraria, tanah negara yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dapat dimohonkan peruntukannya.
“Selanjutnya apabila didalam lokasi ada penguasaan oleh rakyat yang sudah menaman bertahun-tahun hidup disitu. Harus diganti rugi, tapi masyarakat yang menanam harus jelas alas hak atas tanah yang dikuasai tersebut,” kata Jerson Hubu.
Selama warga dapat membuktikan jika dalam pengolahan tanah itu. Pihak perusahaan akan ganti untung, atau perusahaan menawarkan warga itu untuk kerjasama. Dengan cara membeli kembali batu yang dikelolah oleh masyarakat secara tradisional, meskipun izin pertambangan dikuasai oleh PT Wilmart.
Terhadap protes dari masyarakat pihak perusahaan diawal sudah melakukan sosialisasi, meskipun demikian perusahaan menawarkan solusi terbaik.
“Jangan karena perusahaan sudah ada izin. Kemudian ada warga yang mulai mengklaim tanah yang dikuasai. Kami sudah tanyakan sempat menanam apa ? dan siapa saksinya ? itu tidak bisa dijawab oleh masyarakat yang mengakui menguasai lahan tersebut,” tegasnya.
Begitu juga jika ada warga yang memiliki alas hak, kemudian tidak mau diajak kerja sama. Maka diminta untuk menggugat ke pengadilan. Karena negara ini kata Jerson, negara hukum.
Menurutnya untuk membuktikan penguasaan lahan tersebut minimal ada surat dari kepala desa dan camat setempat yang dapat membuktikan itu. “Kami merasa masyarakat yang menolak, tidak ada tanah disitu. Harus jelas apa yang ditanam dan ada saksi. Jadi pertanyaan adalah masyarakat yang menolak. Tapi sampai dengan saat ini tidak ada alas hak atas tanah atau bukti penguasaan tanah tersebut,” ujar Jerson.
Pihaknya menegaskan, perusahaan menawarkan dua solusi bayar atau kerjasama. Dengan menjual batu hasil olahan ke perusahaan, kalau dua solusi tidak diinginkan silahkan digugat.
Bahkan ada yang sudah punya sertifikat dan pihak perusahaan datangi yang bersangkutan. Dengan penawaran mau jual atau kerjasama. Akan tetapi ada yang tidak memiliki lahan tapi keberatan.
“Izin semua sudah keluar mulai dari eksplorasi dan eksploitasi. Semua prosedur kita sudah tempu kurang lebih dua tahun terakhir ini,” kata Jerson Hubu. Sebelum perusahaan memulai aktivitas pertambangan. Segala bentuk izin sudah dipenuhi dan kemungkinan dalam beberapa bulan kedepan perusahaan batu pecah tersebut akan segera beroperasi.
“Kami paham aturan, dan sampai saat ini sudah hampir dua tahun kami mengurus izin. Kami belum melakukan aktivitas pertambangan,” tegas Jerson. (*)