PROSESNEWS.ID, POHUWATO – Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim, pernah menyebutkan, hasil pendataan dan penyesuaian lapangan oleh tim lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan(LP2B), Provinsi Gorontalo. Bahwa, luas lahan pertanian di Provinsi Gorontalo sebesar, 29.685.98 hektar dan yang telah di alihfungsikan seluas 3.369.91 hektar.
Untuk Kabupaten Pohuwato, banyak lahan pertanian yang di alihfungsikan seperti areal persawahan, baik sawah yang sudah diproduksi bertahun-tahun maupun sawah yang baru cetak melalui penganggaran dana bantuan sosial (Bansos) yang berasal dari Pemerintah Pusat.
Menurut Ketua Kerukunan Pelajar Mahasiswa Pohuwato Cabang Limboto (KPMIP-L) Yasin Polumuduyo, di Kabupaten Pohuwato Bansos dari Kementrian Pertanian, telah di alokasikan untuk percetakan sawah baru pada tahun 2012. Bahkan, Desa Buntulia Barat, Kecamatan Duhiadaa, telah dialokasikan anggaran sebesar 1,4 miliar. Untuk cetek sawah baru seluas 140 hektar, dan pada tahun 2013 kembali dialokasikan anggaran sebesar 2 miliar untuk cetak sawah baru sebesar 200 hektar.
“Logikanya, dengan adanya perluasan lahan pertanian berupa cetak sawah baru, tentu dapat mendulang kesedian pangan yang ada di Kabupaten Pohuwato dan khususnya di kecamatan Duhiadaa. Namun kenyataannya justru sebaliknya, Pohuwato saat ini masih mengambil beras dari Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo,” ujarnya.
Buntut dari persoalan itu, mengurangi pendapatan masyarakat dan tidak menutup kemungkinan berimbas dari kesejahtraan masyarakat. Karena, proses pengelolaan percetakan sawah baru, terindikasi hanya di manipulasi. Kerena saat ini, cetak sawah baru tersebut, tidak bisa di kelola oleh masyarakat sebagai penerima manfaat calon petani calon lahan(CPCL). Ironisnya, lahan pertanian yang diadakan itu hanya di kelola sebagian orang yang justru tidak memiliki keahlian dalam bidang pertanian.
Lebih lanjut kata Yasin, banyak masyarakat tidak menerima haknya sebagai penerima manfaat tersebut. Parahnya, terindikasi cetak sawah baru itu di laporkan dan sudah di pertanggungjawabkan ke pemerintah pusat. Bahkan, berhasil di cetak dan mendapat rengking 3 nasional cetak sawah yang berhasil. Namun, kenyataan di lapangan justru di alih fungsikan menjadi tambak atau empang.
“Sebagian besar telah di jual pada pengusaha tambak, yang diduga di pelopori oknum mantan kepala desa Buntulia Barat. Sampai saat ini, sawah tersebut tidak di kelola masyarakat tani, sebagai penerima manfaat,” bebernya.
Dengan begitu, pihaknya mengecam keras dan meminta kepada penegak hukum untuk mengusut oknum dan para pelaku pelanggar alih fungsi lahan pertanian yang menggunakan dana Bansos. Sebagaimana tertuang dalam, UU NO 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pasal 72, 73 dan 74 dan UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Reporter : Iskandar Badu