
PROSESNEWS.ID – Warga Desa Ulobua, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, digemparkan dengan informasi mengenai harga materai 6.000 yang dijual hingga mencapai Rp300 ribu per lembar.
Informasi ini bermula dari salah satu warga berinisial I yang membeli tiga lembar materai Rp6.000 dengan total harga hampir Rp1 juta.
“Rencana mo beli 5 lembar mo kase lebe, tapi depe harga so mahal sekali begitu, jadi bo ada bili 3 lembar. Depe harga 900 ribu, tapi dia so kase kurang 50 ribu, jadi tinggal 850 ribu,” jelas M, anak dari I, kepada tim Prosesnews.id.
M turut menjelaskan, materai tersebut dibeli dari seorang pegawai Kantor Pos Kecamatan Tibawa melalui koordinasi dengan Sekretaris Desa Ulobua. Setelah berkoordinasi, transaksi dilakukan di salah satu lokasi yang telah disepakati.
“Jadi ti Seki so bantu ba hububungi kenalan di kantor pos, biar torang kasana so pasti-pasti kalo materai itu ada,” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Desa Ulobua, Arwin Usman, saat dimintai keterangan mengatakan bahwa dirinya hanya membantu menghubungkan warga dengan pihak kantor pos karena kebetulan memiliki kontak salah satu karyawan di sana. Ia mengaku tidak mengetahui harga materai tersebut.
“Adapun untuk harganya, saya tidak mengetahui besaran harga per 1 lembar materai tersebut, karena diri saya hanya memastikan apakah materai tersebut tersedia, sehingga mereka (M dan I) datang tidak sia-sia,” ujar Arwin.
Ia juga menyampaikan, setelah karyawan pos memberitahukan bahwa materai tersedia, informasi itu pula yang diteruskannya kepada warga. Arwin lalu memberikan nomor kontak pegawai tersebut agar mereka dapat berkoordinasi langsung.
“Jadi pas dia (kariawan pos) bilang kamari ada, itu juga yang saya sampaikan sama sama mereka (M dan I) kemudian saya kasih no kontak untuk mereka berkoordinasi langsung,” jelasnya.
Saat dihubungi melalui telepon WhatsApp, pegawai kantor pos yang dimaksud menyampaikan bahwa materai tersebut merupakan milik pribadi dan sudah tidak diperjualbelikan. Namun karena ada warga yang membutuhkan, ia bersedia menjualnya.
“Itu barang antik pak, kan so tidak diperjualbelikan juga, kalo namanya barang antik, yaa pasti mahal,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam proses transaksi tersebut. Pembeli tetap memiliki pilihan untuk tidak melanjutkan pembelian jika merasa keberatan.
“Saya juga sudah sampaikan sama ti Seki, kalo misal mereka tidak mau, nanti diantar saja barangnya dan saya kembalikan uangnya,” tambahnya.
Pegawai tersebut menjelaskan alasan pertemuan dilakukan di simpang tiga Desa Buhu dan bukan di Kantor Pos. Pada waktu yang sama, ia mengantar paket materai ke salah satu toko yang tidak jauh dari lokasi pertemuan.
Dalam keterangannya, pegawai tersebut tidak bersedia menyebutkan nama lengkapnya. Kontak yang diperoleh tim Prosesnews.id hanya bertuliskan “Pak Pos”.
“Nama saya, yaa drank so tau itulah, masa drank tidak tau,” ujarnya.
Saat ditanyakan kembali kepada Sekdes Ulobua, Arwin mengaku tidak mengetahui nama pegawai pos tersebut.
“Tidak tau, soalnya cuma ta tulis pak pos di kontak juga,” tandasnya.













