Ekspor di sektor industri pengolahan tercatat senilai USD14,92 miliar selama April 2021, melesat 52,65 persen dibandingkan periode April 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis laporan soal kinerja ekspor dan impor Indonesia selama periode April 2021. Hasilnya cukup membuat semringah.
Pasalnya, nilai ekspor Indonesia mencapai USD18,48 miliar pada April 2021. Angka tersebut mencetak rekor tertinggi sejak Agustus 2011, yang sebesar USD18,64 miliar.
Tidak itu saja, tiga sektor—industri pengolahan, hasil tambang, dan pertanian—mencatat kenaikan yang signifikan sepanjang periode Januari–April 2021 dibandingkan periode yang sama pada 2020, masing-masing naik 25,96 persen, 19,66 persen, dan 15,75 persen.
Khusus soal kinerja ekspor dan impor, dalam konferensi pers Perkembangan Ekspor dan Impor April 2021, Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, tingginya nilai ekspor pada bulan lalu tak terlepas dari lonjakan harga komoditas di pasar global. “Permintaan dari beberapa negara mitra dagang juga sudah semakin meningkat,” katanya, pada Kamis (20/5/2021).
Harga minyak mentah Indonesia naik hingga 200 persen pada bulan lalu jika dibandingkan April 2020. Namun, angka tersebut sedikit menurun, yakni 2,43 persen, dibanding Maret 2021. Sedangkan harga beberapa komoditas nonmigas juga naik cukup tinggi, antara lain, minyak kelapa sawit, tembaga, timah, alumunium, dan emas. Harga minyak kelapa sawit naik 4,24 persen secara bulanan dan 76,5 persen secara tahunan.
Lalu, tembaga 3,74 persen secara bulanan dan 84,4 persen secara tahunan, serta emas 2,43 persen secara bulanan dan 4,6 persen secara tahunan. Suhariyanto mengatakan, nilai ekspor April 2021 tercatat naik 0,69 persen dibandingkan Maret 2021 sebesar USD18,35 miliar atau senilai USD18,48 miliar.
Angka itu juga melonjak 51,94 persen dari April 2020 yang senilai USD 12,16 miliar. BPS melaporkan, neraca perdagangan Indonesia surplus USD2,19 miliar pada April 2021. Nilai ekspornya dibandingkan impornya yang sebesar USD16,29 miliar.
Kenaikan ekspor secara bulanan didukung ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing 5,34 persen dan 0,44 persen. Secara tahunan, ekspor migas pun melonjak 69,6 persen dan nonmigas 51,08 persen.
Berdasarkan sektornya, ekspor pertanian tercatat USD340 miliar, turun 14,55 persen secara bulanan. Komoditas yang nilainya turun cukup besar secara bulanan adalah sarang burung, hasil hutan bukan kayu lainnya, tanaman obat aromatik dan rempah, kopi, dan buah-buahan.
Namun, secara tahunan ekspor komoditas itu tetap naik 18,98 persen. Penyebabnya, terdapat kenaikan ekspor tanaman obat aromatik dan rempah-rempah, lada hitam, serta cengkih.
Selanjutnya, ekspor di sektor industri pengolahan senilai USD14,92 miliar, naik 0,56 persen dibanding Maret 2021. Namun, kinerjanya melesat 52,65 persen dibandingkan periode April 2020.
“Ini menunjukkan sektor manufaktur mulai bergeliat,” kata Kepala BPS Suhariyanto. Secara bulanan, ekspor industri pengolahan ditopang oleh pengiriman besi baja, barang perhiasan dan barang berharga, kimia dasar organik dari pertanian, serta televisi dan perlengkapannya.
Kemudian, ekspor di sektor pertambangan sebesar USD2,27 miliar, naik 2,33 persen secara bulanan dan 47,02 persen secara tahunan. Kenaikan secara bulanan terjadi lantaran tingginya ekspor bijih tembaga dan bahan mineral lainnya.
Berdasarkan barang HS 2 digit, komoditas dengan nilai ekspor yang naik paling tinggi, yakni besi dan baja USD246,2 juta, logam mulia perhiasan/permata USD177,2 juta, bijih terak dan abu logam USD108,2 juta, timah dan barang dari timah USD47,5 juta, serta mesin dan perlengkapan elektrik USD31,2 juta.
Di sisi lain, penurunan nilai ekspor paling besar terjadi pada lemak dan minyak hewan nabati USD398,3 juta, pakaian dan aksesorisnya dari rajutan USD73,4 juta, pakaian dan aksesoris bukan rajutan USD66,4 juta, bahan bakar mineral USD44,1 juta, serta mesin dan peralatan mekanis USD38,5 juta.
Tujuan Utama Ekspor
Berkaitan dengan kinerja dan negara yang menjadi tujuan utama ekspor, Suhariyanto menyebutkan, Tiongkok masih menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia. “Kemudian disusul Amerika Serikat dan Jepang,” ujarnya.
Ekspor ke Tiongkok meningkat paling besar pada April 2021 jika dibanding bulan sebelumnya. Kenaikannya mencapai USD201,2 juta. Negara tujuan ekspor yang nilainya cukup besar lainnya adalah Swiss, Korea Selatan, Taiwan, dan Malaysia.
Sedangkan penurunan ekspor terbesar terjadi ke India. Realisasinya di USD123,8 juta. Kondisi ini terjadi karena Negeri Bollywood yang sedang mengalami lonjakan kasus Covid-19. Penurunan ekspor terbesar selanjutnya terjadi ke Italia, Bangladesh, Jepang, dan Belanda.
Secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2021, Suhariyanto menyampaikan, total ekspor RI mencapai USD67,38 miliar, naik 24,96 persen dari USD53,92 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
“Ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi berjalan sesuai yang kita harapkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis lonjakan harga komoditas akan membantu percepatan pemulihan ekonomi domestik.
“Lonjakan harga ini membantu kita pulih lebih cepat,” kata Airlangga pada Rabu (19/5/2021).
Komoditas yang mengalami lonjakan harga adalah nikel, minyak sawit mentah, karet, tembaga, dan emas. Kenaikan tersebut juga seiring meningkatnya permintaan global. “Saya mengharapkan, Indonesia dapat mengoptimalkan tingginya harga komoditas dengan hilirisasi sehingga dapat membantu pertumbuhan yang lebih berkelanjutan,” tambahnya.
Segendang seirama, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi juga menyatakan kegembiraannya dengan kinerja ekspor dan impor tersebut. Menurutnya, neraca perdagangan April 2021 kembali surplus sebesar USD2,19 miliar.
Surplus pada April 2021 tersebut disumbang surplus neraca nonmigas sebesar USD3,26 miliar dan defisit neraca migas USD 1,07 miliar. “Pada April 2021, Indonesia juga mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan beberapa negara mitra dagang utama Indonesia, antara lain, Amerika Serikat sebesar USD1,22 miliar, Filipina USD0,55 miliar, dan India USD 0,44 miliar,” terang Mendag.
Lebih lanjut, Mendag menyampaikan, terjaganya pertumbuhan ekspor dan terkendalinya pergerakan impor pada periode pemulihan ekonomi pasca-Covid-19 ini melatarbelakangi surplus perdagangan Indonesia pada April 2021.
Neraca perdagangan kumulatif pada Januari─April 2021 juga surplus USD7,72 miliar. Nilai tersebut melampaui surplus perdagangan periode Januari─April 2020 yang hanya mencapai USD2,22 miliar.
Menurut Mendag, peningkatan ekspor April 2021 didorong peningkatan hampir seluruh sektor. Ekspor sektor industri naik 0,56 persen, pertambangan naik 2,33 persen, dan migas naik 5,34 persen. Sedangkan pertanian turun 14,55 persen (MoM).
Berkaca dari pencapaian kinerja ekspor yang sangat baik itu, dapat diartikan bahwa Indonesia di masa pemulihan ekonomi ini mampu memanfaatkan peluang yang ada pada saat dunia sedang bergerak menuju pemulihan ekonomi.
Semoga kinerja ekonomi yang sudah baik akan semakin baik lagi di masa datang sembari tetap melanjutkan sejumlah agenda nasional, termasuk pemulihan ekonomi nasional, melakukan vaksinasi massal, serta tetap menjaga protokol kesehatan.
Penulis: Firman Hidranto Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari