PROSESNEWS.ID – Seniman Rizal Misilu menggelar pameran tunggal kedua. Bertempat di Ruang Dalam Art House, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, kali ini Rizal mengusung tajuk “Lingkaran”.
Tak kurang dari 33 karya dia pamerkan. Sebagaimana tema yang diusung, semua karyanya dieksekusi dengan garis melingkar-lingkar memakai tinta bolpoin biru di atas kertas berbagai ukuran.
Karya-karya seniman berdarah Gorontalo ini merepresentasikan banyak hal. Kenangan masa lalu, orang orang yang dicintainya sampai permenungan diri. Penulis pameran ini, Bambang “Toko” Witjaksono dalam tulisannya menguraikan, sedikitnya ada lima kesadaran yang bisa terbaca pada pengkaryaan Rizal Misilu.
Kesadaran awal Rizal ketika membuat karya seni, adalah melepaskan dirinya dari pola kerja desain. Rizal adalah lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sebelum memutuskan jadi seniman, Rizal punya pengalaman panjang sebagai seorang desainer grafis, art director dalam industri periklanan di ibu kota Jakarta.
“Hal inilah yang menurut saya lebih berat daripada action membuat karya seni rupa. Rizal me-reset semua program di kepalanya. Mengosongkan program-program terdahulu yang cukup lama mengendap di otaknya. Sehingga dapat sepenuhnya membuat karya seni dengan tanpa terukur/ terdesain dari awal. Semuanya berawal dari nol,” tulis Bambang yang juga dosen seni rupa di ISI Yogyakarta itu.
Kesadaran kedua adalah drawing. Pilihannya jatuh pada teknik drawing dengan bolpoin karena luwes digerakkan. Hasil goresannya cenderung sama, karena ujungnya berupa bulatan (ball). Bagi Rizal, bolpoin adalah representasi dirinya; hadir lugas, sederhana, umum, standar, apa adanya.
Kesadaran ketiga adalah mengalir. Ketika tangannya memegang bolpoin, sejak itulah semuanya mengalir bebas. Ikut kata hatinya. Kesadaran keempat adalah warna biru. Baginya biru adalah warna variatif gradiennya.
Di beberapa kota tempat, warna biru dan hijau sering disebut sama. Tidak dibedakan berdasar aturan warna ala Barat. Kesadaran kelima adalah lingkaran. Rizal menggores melingkar-lingkar, berlawanan arah jarum jam tanpa putus.
Sesuai arah rotasi tata surya/ alam semesta. Rizal seperti tersedot, fokus dan menyatu dalam gerak rotasi melalui pola lingkaran berulang, monoton dan seolah tanpa ekspresi.
Dalam serial karyanya berukuran kecil (berjumlah 20 karya) bertajuk “Dzikir”, diawali dengan “Astaghfirullah hal adzim”. Rizal sengaja memilih kalimat dzikir sebagai sarana koreksi diri. Karya lainnya berukuran lebih besar, dengan metode lebih bebas.
Sebagai jebolan DKV, Rizal dikenal jago membuat drawing realis, namun ia tak mau digiring ke arah representasi realisme.
“Baginya bentuk akhir tidaklah penting. Proses membuat drawing dijadikannya terapi. Sebagai sarana introspeksi diri,mengheningkan pikiran dan sikapnya yang atos/keras” tulis Bambang.
Kesadaran, sebuah kata misteri yang tiada habis dikupas para filsuf. Selain didorong motivasinya, manusia juga dipengaruhi kesadaran dalam dirinya. Pengenalan akan aspek-aspek kesadaran ini membuahkan pengenalan terhadap diri sendiri. Itulah syarat utama mencapai hidup yang otentik.
Sementara itu, kolektor senior Indonesia, dr Oey Hong Djien mengaku sudah cukup lama menunggu momentum pameran tunggal kedua Rizal Misilu. Baginya, karya-karya Rizal merupakan mutiara terpendam yang menarik untuk diangkat di permukaan .
“Saya sempat melihat langsung pameran tunggal pertama Rizal Misilu di Galeri Riden Baruadi, Gorontalo, 2019 silam waktu itu saya bilang ke dia, kamu harus pameran di Yogyakarta dan akhirnya terwujud,” ujarnya saat membuka pameran Rizal Misilu, Sabtu sore, 20 November 2021.
Lewat artist statement yang turut dipajang di ruang pamer, Rizal menulis dalam bait-bait puitis:
Garis-garis searah putaran bumi
Melingkar berulang menjelma dzikir
Liar lepas kendali
Garis takdir
rasa dari perjalanan dan pengalaman
Segaris mungkin minim makna
Lalu berjuta jadi cerita.
Pameran tunggal Rizal Misilu berlangsung 20- 5 Desember di RuangDalam Art House dan terbuka untuk umum. Mulai pukul 10.00- 17.00 WIB.(*)