PROSESNEWS.ID — Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan Wali Kota Gorontalo, Marten Taha, terkait pemotongan masa jabatannya berdasarkan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada.
Gugatan tersebut diajukan karena Marten merasa dirugikan oleh pasal yang menetapkan masa jabatan hasil Pilkada 2018 hingga tahun 2023, padahal dia dilantik pada 2019. MK kemudian memutuskan pemotongan masa jabatan tersebut tidak sesuai dengan hukum.
Ketua MK, Dr. Suhartoyo menyampaikan, sesuai Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada menyatakan bahwa pejabat hasil pemilihan tahun 2018 yang dilantik pada tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Dengan alasan ini, MK menilai gugatan Marten Taha berdasar hukum dan memutuskan untuk mengabulkannya.
“Bupati dan Wakil Bupat serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan,” kata Suhartoyo dilansir dari detik.com, Kamis (21/12/20203).
Wakil Ketua MK, Saldi Isra menambahkan, pengaturan transisi terkait pemungutan suara serentak tidak dapat mengabaikan norma terkait pelantikan kepala daerah dan wakilnya.
“Sehingga pengaturan tentang pemungutan suara secara serentak harus diikuti oleh norma yang mengatur tentang pelantikan secara serentak,” jelas Saldi Isra.
Oleh karena itu, MK mengambil keputusan yang mempertimbangkan keseimbangan antara pengaturan pemungutan suara dan pelantikan secara serentak. Dengan adanya keputusan ini, masa jabatan Marten Taha sebagai wali kota Gorontalo akan berakhir pada 2 Juni 2024.
Gugatan serupa juga diajukan oleh beberapa pejabat, seperti Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.