PROSESNEWS.ID – Peredaran rokok illegal menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada Conferensi Pers yang digelar Daring, Kamis, (10/12/2020).
peredaran rokok ilegal ini, katanya, dapat mengancam setoran pemasukan negara yang berasal dari tarif cukai rokok itu sendiri. Sementara Dalam APBN, Pemerintah menargetkan CHT bisa memberikan pemasukan sebesar Rp173,78 triliun.
Bendahara Negara itu pun, mewaspadai lonjakan produksi rokok illegal ini, apalagi dengan adanya kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau (CHT) sebesar 12,5 persen yang mulai akan diberlakukan pada 2021 mendatang.
Dibeberkannya, selama 4 tahun terakhir, ditemukan ada lebih dari 335 juta batang rokok ilegal beredar setiap tahunnya. Ini yang kemudian menjadi tantangan tersendiri untuk Kemenkeu.
“Ini angka yang sangat signifikan, karenanya, saya akan tetap meminta teman-teman jajaran Bea dan Cukai (supaya) dengan kenaikan cukai hasil tembakau ini (mereka) tetap menaikkan kewaspadaan,” pesannya.
Ia menambahkan, setiap tahunnya, tercatat terjadi kenaikan penangkapan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 3.176 kali pada 2017 naik menjadi 5.200 kali pada 2018.
Lalu, pada 2019 penindakan naik menjadi 5.774, dan pada 2020 naik 41,23 persen menjadi 8.155 kali. Artinya, ada 25 penangkapan per harinya sepanjang tahun.
“Dari tindakan yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai bekerja sama dengan aparat penegak hukum terkait, ini bisa menyelamatkan Rp339 miliar untuk 2020,” jelasnya.
Sri mengungkapkan, pemerintah akan menganggarkan 50 persen dari Dana Bagi Hasil CHT (DBH CHT) ini, tak lain untuk kesejahteraan masyarakat.
Misalnya, meliputi bantuan bibit/benih dan pupuk atau sarana produksi lainnya kepada petani tembakau untuk melakukan diversifikasi tanaman, Kemudian, juga untuk BLT bagi buruh tani tembakau dan buruh rokok, serta pelatihan profesi dan bantuan modal usaha.
Tak hanya itu, 25 persen lainnya bahkan akan diperuntukkan bagi kesehatan masyarakat. Ini meliputi bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pengadaan/pemeliharaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan dan layanan.
Adapun sisa 25 persennya, itu akan diberikan untuk penegakan hukum untuk membentuk kawasan industri hasil tembakau dan membentuk operasi bersama pemberantasan industri rokok ilegal, serta sosialisasi ketentuan di bidang terkait. (PR)