Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia April 2021 menunjukkan terjadinya pemulihan dunia usaha di negara ini.
Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2021 mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Mesin manufaktur di tanah air kini sudah semakin kencang menggeliat. Produktivitas juga naik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Dalam rilisnya yang dikeluarkan Senin, 03 Mei 2021, IHS Markit mencatat, PMI Manufaktur Indonesia pada April sebesar 54,6 atau naik dari posisi 53,2 pada Maret 2021. PMI sebuah negara di atas angka 50 menunjukkan bahwa dunia usaha di negara tersebut sedang dalam fase ekspansi yang didorong oleh keyakinan dunia usaha atas perbaikan kondisi ekonomi.
Kabar yang juga menggembirakan adalah tren PMI Manufaktur Indonesia berada di jalur ekspansif sudah berlangsung sejak Januari hingga April tahun ini. Artinya, upaya keras dan optimisme yang terus dibangun pemerintah untuk segera terjadi pembalikan kondisi, yakni pemulihan ekonomi dari semula kontraksi, kini sudah berada di jalur yang benar.
Kembali ke laporan HIS Markit di atas, lembaga itu memberikan indeks manufaktur Indonesia di angka 54,6 tentu dengan sejumlah alasan. Salah satunya, negara ini, terutama dari sisi permintaan, baik dari dalam dan luar negeri, mengalami peningkatan. Demikian pula terhadap permintaan ekspor. “Bahkan, permintaan ekspor itu terjadi baru pertama kali terjadi sejak 17 bulan terakhir,” sebut rilis IHS Markit itu.
Begitu dari sisi manufakturnya, output, permintaan baru, dan pembelian semua naik pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama periode survei sepuluh tahun. Begitu ditulis oleh lembaga tersebut.
Sayangnya, tambah laporan itu, meski terjadi peningkatan permintaan naik tajam, korporasi di Indonesia ternyata masih enggan mengambil karyawan baru. Mereka masih mempertahankan tingkat ketenagakerjaan secara umum.
Kegembiraan ditunjukkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menanggapi laporan IHS Markit soal PMI Manufaktur Indonesia periode April. Dia mengatakan, indeks PMI itu menunjukkan bahwa dunia usaha di negeri ini sudah mulai menggeliat.
“Pemerintah meyakini dengan kondisi yang sudah mulai kondusif, maka ada kepercayaan dari dunia usaha untuk memulai kembali aktivitas manufakturnya. Geliat dari dunia usaha ini diharapkan dapat memberikan multiplier effect pada perekonomian Indonesia,” ujar Airlangga dalam siaran pers, Senin, (03/05/2021).
Jadi Sinyal Positif
Airlangga juga menyebutkan, pemulihan ekonomi terdorong dari perbaikan sisi demand dan supply. Setelah sempat terkontraksi -2,07 persen pada 2020, sinyal positif pemulihan ekonomi telah terlihat sejak kuartal III/2020.
“Setelah sempat terkontraksi tajam pada kuartal II tahun lalu, tren positif pemulihan ekonomi nasional sudah mulai terlihat sejak kuartal III/2020. Tahun ini, tren positif pemulihan terus berlanjut,” jelasnya.
Tak dipungkiri, pertumbuhan ekonomi dari sisi demand saat ini didorong oleh peningkatan konsumsi, tumbuhnya investasi, realisasi ekspor serta didukung oleh konsumsi pemerintah melalui belanja kementerian/lembaga dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang tumbuh positif.
Sementara itu dari sisi supply, sektor utama yang mulai pulih, antara lain, adalah industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan. Lalu, sektor yang tetap tumbuh positif pada masa pandemi, antara lain, sektor pertanian, informasi dan komunikasi, serta jasa kesehatan.Senada dengan itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun menegaskan bahwa laju deru mesin manufaktur di tanah air sudah kian kencang itu menandakan produktivitas yang kian bergeliat untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Di tengah hantaman dampak pandemi Covid-19, dia menambahkan, laju aktivitas industri terus dipacu guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
“Selama ini sektor industri pengolahan nonmigas masih menjadi motor penggerak roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, diperlukan perhatian lebih dalam rangka meningkatkan kinerjanya,” ujarnya di Jakarta, Senin (3/5/2021).
Harus diakui, tren bisnis yang terus menguat telah terjadi dalam enam bulan terakhir, di tengah kondisi pandemi. Wujud tren positif dari sektor industri ditunjukkan lewat gencarnya mereka melakukan perluasan usaha.
“Alhamdulillah, para pelaku industri kita mulai bangkit lagi. Sebab, kalau kita melihat ke belakang, pada April 2020, adalah kondisi PMI manufaktur Indonesia saat jatuh ke titik terendahnya, yaitu di level 27,5,” ungkap Menperin.
Menurutnya, PMI manufaktur Indonesia berada di tingkat ekspansif merupakan salah satu indikator perekonomian yang semakin membaik, serta kepercayaan dunia usaha dan industri terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai sudah on the track. “Kami memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih banyak kepada para pelaku industri yang terus semangat menjalankan usahanya. Hal ini tentu akan membawa multiplier effect yang luas bagi perekonomian, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga penerimaan devisa,” paparnya.
Guna menjaga kinerja gemilang di sektor industri, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif. Langkah strategisnya, antara lain, melalui pemberian kemudahan izin usaha dan stimulus insentif. “Misalnya dengan penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja untuk semakin memberikan kepastian hukum bagi para pelaku industri di tanah air,” imbuhnya.
Menperin AGK juga mengemukakan, utilisasi industri pengolahan nonmigas sudah kembali melonjak hingga 61,30%, meningkat signifikan dibanding dua bulan sebelumnya.
“Kementerian Perindustrian sangat berkepentingan menjaga momentum ini dengan terus membuat kebijakan dan program untuk menstimulasi pertumbuhan industri nasional kita,” tegasnya.
Menanggapi hasil PMI Manufaktur Indonesia pada April, Direktur Ekonomi HIS Markit Andrew Harker mengatakan, produksi manufaktur Indonesia terus meningkat pada bulan April di tengah-tengah ekspansi permintaan baru yang sangat kuat.
“Yang menggembirakan, total bisnis baru didukung oleh kenaikan pertama pada ekspor sejak pandemi Covid-19 melanda karena permintaan internasional menunjukkan tanda-tanda perbaikan,” tuturnya.
Pernyataan Harker itu benar adanya karena bila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari-Maret 2021, nilai ekspor industri pengolahan menembus hingga USD38,96 miliar atau tumbuh 18,06% dibanding periode yang sama di tahun lalu. Sektor manufaktur ini menjadi kontributor terbesar pada nilai ekspor nasional, yakni mencapai 79,66%.
Penulis: Firman Hidranto Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari