“Harga cabai menggila,” begitu keluhan sebagian besar ibu-ibu di sepanjang akhir Februari dan berlanjut ke pertengah Maret 2021 ini. Harga cabai rawit merah misalnya, mengutip Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), mencapai Rp131.650 ribu/kg di daerah Jakarta pada Kamis (4/3/2021). Biasanya, harga cabai rawit merah dipatok pedagang berkisar kurang dari Rp60 ribu/kg.
Harga yang “menggila” juga tercatat di daerah Banten dan Jawa Barat dengan harga masing-masing sebesar Rp113.500/kg dan Rp117.200/kg. Selain di Pulau Jawa, harga juga semakin ‘pedas’ terjadi di Kalimantan. Di Kalimantan Selatan misalnya, harga cabai dibanderol Rp125 ribu/kg. Sementara, di Kalimantan Tengah dan Barat, harga berkisar antara Rp118 ribu-Rp120/kg.
Tidak hanya harga cabai yang terasa ‘sangat pedas’, harga sejumlah komoditas bahan pokok yang lain juga ikut meroket, seperti bawang merah, ikan mas, tomat dan lain-lain. Apa artinya? Arah kenaikan harga berbagai komoditas ini pun mudah ditebak. Angka inflasi yang naik. Diperkirakan, demikian Bank Indonesia (BI) memprediksi, inflasi pada minggu II Maret 2021 sebesar 0,09 persen month to month (mtm). Dengan perkiraan tersebut, maka perkiraan inflasi Maret 2021 secara tahun kalender sebesar 0,45 persen year to date (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,37 persen year on year (yoy).
Naiknya angka inflasi itu, dalam catatan BI, penyumbang utama inflasi pada minggu kedua Maret 2021 yaitu komoditas cabai rawit sebesar 0,04 persen (mtm). Kemudian bawang merah sebesar 0,03 persen (mtm), ikan mas, tomat dan telur ayam ras masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm). “Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas cabai merah dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,03 persen (mtm),” jelas Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono.
Inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu, saat ini menjadi perhatian khusus berbagai pihak. Adanya inflasi dapat berpengaruh terhadap masyarakat dan perekonomian suatu negara.
Bagi masyarakat umum, inflasi menjadi perhatian karena inflasi langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup. Mereka harus cermat berhitung, terlebih bagi ibu-ibu yang berbelanja di pasar tradisional, agar tidak tekor. Bagi dunia usaha, laju inflasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat berbagai keputusan.
Sementara bagi pemerintah, inflasi menjadi perhatian, sebagai indikator dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lima strategi Atasi Inflasi
Lantaran pengaruhnya yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat itulah, negara melalui otoritas moneter atau bank sentral, senantiasa berusaha untuk dapat mengendalikan laju inflasi agar tetap rendah dan stabil. Ada 3 alasan utama pentingnya pengendalian inflasi (baca: pengendalian harga): pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Alasan yang ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Terkait dengan pengendalian inflasi pada 2021, Bank Indonesia dan Pemerintah pun punya kesepakatan khusus. Terlebih menjelang Ramadhan, yang jatuh pada 12 April 2021, yang secara tradisi diwarnai gejolak/fluktuasi harga bahan kebutuhan pokok. Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), yang digelar secara daring pada tanggal 11 Februari 2021.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya, pada Sabtu (13/2/2021), menyampaikan lima kesepakatan agar inflasi tahun ini mencapai target di kisaran 3 plus minus 1 persen.
Pertama, menjaga inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dalam kisaran 3,0-5,0 persen. Upaya ini dilakukan dengan memperkuat empat pilar strategi yang mencakup Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif (4K) di masa pandemi COVID-19.
Selain itu, dengan menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, terutama dalam mengantisipasi kenaikan permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri pada bulan April dan Mei 2021 serta Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) lainnya.
Implementasi strategi difokuskan untuk menjaga kesinambungan pasokan sepanjang waktu dan kelancaran distribusi antardaerah, antara lain melalui pemanfaatan teknologi informasi dan penguatan kerja sama antardaerah.
Kedua, memperkuat koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengendalian inflasi melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi 2021 dengan tema Mendorong Peningkatan Peran UMKM Pangan melalui Optimalisasi Digitalisasi untuk Mendukung Pemulihan Ekonomi dan Stabilitas Harga Pangan.
Ketiga, memperkuat sinergi antarkementerian dan lembaga dengan dukungan pemerintah daerah, dalam rangka menyukseskan program TPIP 2021.
Keempat, memperkuat ketahanan pangan nasional dengan meningkatkan produksi. Antara lain melalui program food estate serta menjaga kelancaran distribusi melalui optimalisasi infrastruktur dan upaya penanganan dampak bencana alam.
Kelima, menjaga ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dalam rangka program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) untuk mendukung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Airlangga melanjutkan, pemerintah dan BI juga menyepakati sasaran inflasi selama tiga tahun ke depan. Yaitu 3 plus minus 1 persen untuk 2022-2023 dan 2,5 plus minus 1 persen untuk 2024. Nantinya, target ini akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Sasaran inflasi tersebut diharapkan bisa menjangkar pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat ke depan, terutama dalam mendukung proses pemulihan ekonomi nasional dan reformasi struktural,” jelas Airlangga. (Infopublik)
Penulis : DT Waluyo Redaktur : Ahmed Kurnia