
PROSESNEWS.ID – Lonjakan permohonan dispensasi nikah di Provinsi Gorontalo pada 2025 menjadi perhatian serius akademisi Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Dr. Funco Tanipu. Hal itu ia sampaikan dalam dialog daring “Gorontalo Pagi Ini” bertema Pengajuan Dispensasi Nikah Tinggi, Apa Penyebabnya? yang diselenggarakan RRI Gorontalo, Senin (11/8/2025).
Menurut Dr. Funco, tren ini mencerminkan mulai munculnya anggapan bahwa pernikahan di usia muda adalah hal wajar.
“Kalau misalnya dispensasi nikah itu tidak diperketat, maka yang harusnya dispensasi nikah itu menjadi opsi terakhir, kini menjadi jalan keluar yang wajar. Bahkan lama-lama itu menjadi sebuah hal yang normal,” ujarnya.
Ia menilai, lemahnya fungsi kontrol sosial dari orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar turut memicu tingginya kasus tersebut. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit, kata dia, juga mendorong sebagian orang tua menjadikan pernikahan anak sebagai cara mengurangi beban hidup. Kesenjangan pendidikan menjadi faktor tambahan yang memperparah masalah.
Mengacu pada data nasional, Dr. Funco mengungkapkan, pada 2020 tercatat sekitar 65.000 pernikahan anak di bawah umur. Sementara di 2022, dari total 52.000 permohonan, 34.000 di antaranya karena alasan cinta, dan 13.457 akibat hamil di luar nikah.
“Artinya ini hampir separuh antara alasan tentang cinta dan alasan tentang hamil,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya memperketat persyaratan pernikahan, baik di tingkat administrasi maupun proses di balai nikah. Hal itu, menurutnya, dapat menekan risiko negatif seperti masalah kesehatan reproduksi, komplikasi persalinan, kematian ibu, stunting, ketidaksiapan mental, konflik rumah tangga, perceraian dini, hingga terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Dr. Funco menilai, pasangan muda umumnya sulit meningkatkan taraf hidup karena minimnya pendidikan dan keterampilan kerja.
Ia juga menyoroti pergaulan bebas yang kian marak di kalangan remaja, termasuk melalui interaksi digital, serta berkurangnya komunikasi tatap muka antara anak dan orang tua.
“Interaksi orang tua dan anak itu kan cuma melalui grup WA. Malam baku dapa di rumah pun sudah capek semua, semua di HP masing-masing,” katanya.
Sebagai solusi, Dr. Funco mengusulkan program pencegahan yang melibatkan komunitas, pendampingan remaja di sekolah lewat bimbingan konseling, serta peran aktif kader PKK, karang taruna, dan tokoh agama sebagai agen edukasi. Ia menambahkan, setiap dispensasi nikah yang disetujui sebaiknya diwajibkan melalui marriage counselling. Selain itu, pendidikan seks, kampanye publik yang disesuaikan dengan karakter generasi Z, serta pembentukan forum pelajar untuk menyuarakan bahaya pernikahan dini, juga perlu menjadi bagian dari strategi pencegahan.













