PROSESNEWS.ID – I Beberapa pertambangan emas di wilayah Gorontalo, dinilai jadi pemicu bencana. Dan dampak negatif yang ditimbulkan, sudah masuk kategori merusak. Merusak wilayah hilir karena bah yang sudah disertai sedimen (lumpur tanah).
Aktivitas pertambangan emas yang kian masif dan tidak terkontrol, menurut dosen peneliti, Daud Yusuf, S.Kom,. M.Si, menjadi pemicu utama terjadinya bencana alam.
Banjir yang disertai sedimen dalam jumlah besar yang terjadi di kecamatan Bulawa, Bone Bolango baru-baru ini, besar kemungkinan diakibatkan karena adanya aktivitas pertambangan di sana.
Sementara di beberapa wilayah pertambangan lainnya, sebut saja tambang emas Gunung Pani, belum memperlihatkan gejala itu karena aktivitas penambangannya masih relatif baru.
Menurutnya, karakter bencana yang ditimbulkan karena aktivitas pertambangan, bisa dikenali. Topografi wilayah pertambangan, biasanya banyak lereng dan tebing terjal yang ditimbulkan karena adanya aktivitas penggalian (penambangan), disamping lereng dan tebing karena bentukan alam.
Ketika banjir sudah disertai dengan sedimen dalam jumlah besar, kata Daud, maka bisa dipastikan sudah ada wilayah yang terbuka dan ada aktivitas pertambangan di sana.
“Pasti ada vegetasi yang dihilangkan atau dirambah,” katanya. Ditambah dengan adanya penggalian, jelas bisa menyebabkan tanah tak lagi solid dan rawan terjadi longsor.
“Jika intensitas curah hujannya tinggi, jelas bisa menyebabkan banjir yang disertai sedimen dalam jumlah besar, bahkan pohon-pohon pun turut hanyut …,”
“Kita tidak bisa menafikan bahwa bencana seperti ini lebih disebabkan oleh adanya aktivitas pertambangan. Berbeda dengan banjir yang disebabkan karena perambahan hutan, biasanya hanya air bah dan sedikit lumpur,” kata Daud.
Aktivitas penggalian, terlebih yang sudah menggunakan alat berat, menurut Daud, mempercepat kerusakan. Tentang seberapa besar kerusakan dan berapa luasan lahan yang vegetasinya sudah dirambah, bisa dilakukan dengan remote sensing.
Dengan remote sensing, bisa didapatkan data dan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui analisa penginderaan jarak jauh.
“Sejauh ini memang belum ada data tentang berapa luasan lahan yang sudah dirambah atau areal yang sudah dilakukan penambangan. Tapi itu bisa dilakukan dengan remote sensing …,”
“Dengan data satelit bisa dihitung berapa luasan (areal pertambangan) yang sudah terdampak bisa kelihatan. Caranya, kita pakai citra multi temporal, kita akan punya citra sebelum terjadi dan sesudah,” kata dosen UNG yang memiliki basic keilmuan di bidang remote sensing, spasial, pemetaan sumber daya alam dan pemetaan bencana.
Daud coba mengilustrasikan metode remote sensing yang digunakan untuk identifikasi areal tambang dan dampak yang ditimbulkan setelah terjadi bencana (banjir).
“Misalkan kita sudah mendapatkan luas areal tambangnya. Begitu terjadi bencana, kita hitung dampaknya. Nah, data ini bisa digunakan sebagai pembanding untuk memprediksikan besarnya dampak yang ditimbulkan jika bencana terjadi di areal pertambangan lainnya,” kata jebolan magister UGM ini. (**)