PROSESNEWS.ID – Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Desa Ibarat, Kecamatan Anggrek, Gorontalo Utara, terus berlangsung dengan menggunakan alat berat ekskavator.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Selain itu, aktivitas tambang ilegal tersebut diduga menggunakan limbah merkuri, zat beracun yang berpotensi mencemari sungai dan laut di sekitarnya.
Keberadaan tambang ilegal ini telah menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan aktivis. Jika terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat akan semakin besar.
Aktivis BEM Provinsi Gorontalo, Verdiyansah, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) dan Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara untuk segera bertindak demi kepentingan masyarakat.
“Terlepas lahan milik siapa, yang jelas sesuai investigasi pertambangan di sana sudah tidak tradisional lagi, kini sudah menggunakan alat berat (Ekskavator),” jelas Verdi kepada tim Prosesnews.id, Selasa (18/02/2025).
Lebih lanjut, Verdi mengungkapkan, hasil kajian dan investigasi timnya menemukan berbagai indikasi pelanggaran, termasuk penggunaan alat berat, tromol pengolahan emas, serta keterlibatan oknum aparat dalam operasional tambang ilegal tersebut.
“Hal yang sangat tidak mungkin pemerintah daerah baik, PJ bupati, DLH, pihak polres hingga polsek tidak mengetahui perihal seperti ini. Ataukah selain aparat yang telah mengakui PETI tersebut telah dipegang olehnya, pihak Polres juga PJ bupati mendapatkan bagian dan menikmati hasil daripada perusakan alam jangka panjang tersebut, sehingga terus dibiarkan,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Verdiyansah dan timnya berencana melaporkan aktivitas pertambangan ilegal ini ke Mabes Polri untuk mendapatkan penanganan lebih serius.
“Hasil dari investigasi ini juga akan terus kami kawal sampai ke lembaga tertinggi kepolisian. Besok, 19 Februari 2025, kami akan memasukkan laporan mengenai PETI ini di Mabes Polri yang dilampirkan dengan bukti-bukti temuan fakta lapangan yang kami kumpulkan,” pungkasnya.
Reporter: Pian N. Peda