Kementerian BUMN melirik perusahaan garam dan peternakan luar negeri untuk diakuisisi. Usaha itu untuk menekan impor daging dan garam yang cukup besar.
Menteri BUMN Erick Thohir membuka peluang bagi BUMN pangan untuk mengakuisisi tambang garam di luar negeri. “Akselerasi teknologi garam, Pak Menteri (Erick Thohir) juga membuka peluang, apabila harus men-take over (akuisisi) tambang garam di luar untuk transfer teknologi,” ujarnya dalam konferensi pers usai FGD Konsolidasi BUMN Pangan, Kamis (29/4/2021).
Tambang garam tersebut didorong untuk menghasilkan garam industri yang mengandung NaCl di atas 96 persen. Karena kebutuhan garam konsumsi sendiri sudah bisa dipenuhi oleh PT Garam (Persero). “Kalau garam konsumsi kami rasa sudah cukup jadi teman-teman dari PT Garam. Produksinya sudah cukup baik, hanya mengenai harga yang harus kita lebih efisien kembali karena kadang harganya jauh dengan harga yang dari luar,” sambungnya.
PR lainnya, sambung Menteri Erick, adalah terkait mekanisasi tambak garam, juga menjadi salah satu poin kunci yang harus dikerjakan dan perbaiki. Semua demi produksi garam yang berkualitas tinggi.
Menteri Erick sendiri sudah pernah menyampaikan rencana akuisisi tambang garam di luar negeri untuk menghasilkan garam industri. Akuisisi dilakukan karena saat ini Indonesia masih defisit garam industri, sehingga masih harus mengimpor.
“Garam gimana? Garam konsumsi swasembada, tapi garam industri belum. Atau, kami sebagai korporasi kalau ada nilai yang menarik untuk perusahaan tambang garam di luar negeri bisa saja kita caplok. Karena, garam industri terus impor,” jelas Erick pada Jakarta Food Security Summit tahun lalu.
Dalam bahan paparannya, akuisisi ladang garam ditugaskan kepada MIND ID dan PT RNI (Persero). Selain tambang garam, ia juga berencana mengakuisisi peternakan sapi dan tambang fosfat.
Selain melepaskan Indonesia dari ketergantungan ekspor, rencana akuisisi tersebut juga bertujuan untuk mendorong perusahaan pelat merah go internasional. BUMN yang akan mendapatkan penugasan untuk melakukan akuisisi sektor peternakan adalah PT RNI (Persero). Sedangkan, akuisisi tambang fosfat akan dilakukan oleh MIND ID dan PT Pupuk Indonesia (Persero).
Sebagaimana diketahui, tahun ini Indonesia kembali mengimpor garam jumlahnya sampai 3 juta ton. Jumlah itu meningkat dari impor tahun lalu.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi impor garam Indonesia sepanjang 2020 mencapai 2,61 juta ton dengan nilai mencapai USD94,55 juta. Secara volume kebutuhan itu juga meningkat dibanding realisasi impor pada 2019.
Pada 2019, secara volume impor garam Indonesia mencapai 2,59 juta ton dengan nilai USD95,52 juta. Level tertinggi terjadi pada 2018 mencapai 2,84 juta ton atau senilai dengan USD90,65 juta. Selama ini, Indonesia langganan garam impor dari Australia, Tiongkok, India, Thailand, dan Selandia Baru.
Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, alasan RI tak bisa lepas dari garam impor karena garam itu dibutuhkan untuk industri. Industri butuh garam impor karena kualitas garam produk dalam negeri belum mampu mengikuti standar kebutuhan industri.
“Garam kita dikerjakan oleh PN (PT) Garam dan oleh petani. Garam rakyat ini belum bisa menyamai kualitas garam industri,” ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Akuisisi Peternakan Sapi Luar Negeri
Menteri BUMN Erick juga ingin membeli peternakan sapi di luar negeri. Hal itu dilakukan untuk memangkas impor sapi yang selama ini dilakukan Indonesia. Direktur Utama PT RNI Arief Prasetyo Adi sebagai calon induk Holding BUMN Klaster Pangan pun angkat suara. Dia menjelaskan alasan Erick tertarik pada peternakan sapi di Belgia.
Untuk niat tersebut, Menteri Erick sudah bertemu dengan Duta Besar Belgia, sudah menyampaikan untuk mencoba mencari alternatif ranch (peternakan) di Belgia. Kenapa Belgia? Sebab di Belgia ada sapi Belgian Blue. Sapi itu merupakan salah satu jenis unggul di dunia dengan bobot bisa mencapai 1,5 ton dalam waktu dua tahun. Jumlah ini lebih besar dari sapi jenis Limosin yang beratnya sekitar 600–700 kg dalam waktu yang sama.
Namun keinginan Menteri Erick itu kemudian masih dikaji dulu oleh PT RNI bersama Atase Pertanian di Brussel, akademisi, tokoh-tokoh pangan, dan pelaku perdagangan daging sapi. Keinginan itu belum final dan masih terbuka alternatif-alternatif lainnya.
“Alternatif yang juga kita buka adalah bila kita membawa perusahaan-perusahaan di luar untuk masuk ke Indonesia sebagai investor apakah majority atau minority 51/49, itu bisa kita diskusikan. Misalnya Berdikari mempunyai 6.000 hektare lokasi (peternakan) di Sidrap, apakah bisa dilaksanakan, kemudian kita juga punya beberapa lokasi lain. Kemudian teknologinya dari teman-teman luar, seperti Belgia, atau ke depan ada Meksiko atau Australia yang paling dekat, semua kita buka possibility-nya,” kata Direktur Utama PT RNI Arief Prasetyo Adi.
Untuk diketahui, rencana membeli peternakan sapi di Belgia itu pertama kali disampaikan Menteri Erick pada acara Millenial Hub: Milenial Fest x PPI Belgia. Mulanya, Menteri Erick menyampaikan keinginan tersebut ke Dubes Indonesia untuk Belgia, Andri Hadi. Nantinya bila jadi dibeli, peternakan sapi itu akan diurus oleh perusahaan pelat merah.
Nantinya, peternakan tersebut ditargetkan menjadi pemasok kebutuhan daging sapi di Indonesia. Pasalnya, Menteri Erick ‘gemas’ karena Indonesia selalu impor daging sapi setiap tahun.
“Masa Indonesia impor sapi terus 1,5 juta setiap tahun. Kalau peternakan nanti BUMN yang beli,” ujar Erick.
Penulis : Eri Sutrisno Redaktur : Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari