
Oleh : Gunawan Rasid
ROSESNEWS.ID- Setelah lebih dari satu dekade menjauh dari panggung politik eksekutif, Gusnar Ismail kembali menjabat sebagai Gubernur Gorontalo. Kemenangan yang diraih dalam kontestasi Pilkada 2024 menjadi penanda bahwa publik Gorontalo masih menaruh kepercayaan pada kepemimpinan yang tenang, bersih, dan berintegritas tinggi.
Kini, saat ia memimpin kembali pada periode 2025-2030, publik bertanya, seperti apa wajah kepemimpinan Gusnar Ismail di era baru ini ?
Gusnar Ismail bukan nama baru dalam pemerintahan. Sebagai Gubernur Gorontalo periode 2009-2012, ia dikenal sebagai birokrat tulen dengan visi tata kelola pemerintahan yang disiplin dan bebas dari kepentingan politik transaksional.
Kini, lebih matang dan berbekal pengalaman panjang, Gusnar kembali dengan misi yang lebih besar: merawat sistem, menata arah pembangunan, dan memperkuat kembali moralitas dalam politik daerah.
Dalam 100 hari pertamanya, Gusnar langsung membuat gebrakan :
Pertama, Reformasi birokrasi total, dengan evaluasi kinerja seluruh OPD berbasis hasil, bukan hanya kehadiran.
Kedua, Moratorium rekrutmen nonkompeten, untuk memastikan jabatan tidak diberikan karena kedekatan, melainkan kapasitas.
Ketiga, Peninjauan ulang proyek mercusuar, yang selama ini dinilai membebani APBD tanpa efek riil terhadap kesejahteraan.
Langkah awal ini menunjukkan bahwa Gusnar tidak sekadar kembali untuk “mengisi jabatan”, tetapi mengembalikan ruh pemerintahan kepada fungsinya, yaitu melayani.
Berbeda dengan gaya populis yang banyak digunakan pemimpin hari ini, Gusnar tetap memegang gaya lamanya : diam, tenang, namun bekerja sistematis. Ia tidak aktif di media sosial, tidak sibuk berpose di proyek, tapi seluruh OPD tahu bahwa setiap angka dan kebijakan yang keluar dari kantornya telah melalui kajian teknokratis yang ketat.
Meski kembali dengan dukungan rakyat, Gusnar tidak menghadapi situasi yang mudah. Ia berhadapan dengan :
Generasi milenial dan Gen Z yang kritis, menuntut transparansi dan partisipasi publik lebih luas. Serta struktur politik lokal yang belum sepenuhnya bersih, dengan warisan praktik transaksional dan loyalitas personal.
Kembalinya Gusnar ke panggung pemerintahan dianggap sebagai kemenangan nilai-nilai moral dalam politik daerah. Ia tidak datang membawa janji populis, tapi membawa rekam jejak. Ia tidak sibuk tampil, tapi sibuk memperbaiki. Di tengah fragmentasi elit politik, Gusnar justru tampil sebagai jembatan, diterima oleh generasi lama dan dihormati oleh generasi baru.
Gusnar Ismail hari ini adalah pemimpin yang tidak perlu panggung untuk diakui. Ia tidak mengandalkan pengakuan, tetapi rekam jejak. Tidak sibuk menyalahkan pendahulu, tetapi memilih memperbaiki dari dalam.
Kepemimpinan seperti ini yang membumi, berkarakter, dan bekerja dalam senyap bisa jadi adalah hal paling dibutuhkan Gorontalo hari ini menuju “Gorontalo Maju dan Sejahtera”.