PROSESNEWS.ID – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melaporkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ke Ombudsman RI. Mereka menduga Tito telah melakukan maladministrasi berkaitan dengan penentuan penjabat (pj) kepala daerah.
Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rizaldi, pelaporan dilakukan pada Jumat (3/6/2022).
“Oleh karena menabrak berbagai peraturan perundangan dan prinsip demokrasi yang merupakan perbuatan melanggar hukum, maka kami melaporkan Mendagri ke Ombudsman Republik Indonesia. Atas dasar tersebut, kami meminta Ombudsman RI sesuai tugas dan wewenangnya untuk menerima, memeriksa laporan, dan/atau pengaduan secara transparan dan akuntabel, serta menyatakan maladministrasi tindakan Mendagri dalam menentukan Penjabat Kepala Daerah,” kata mereka seperti di kutip di kompas.com
Menurut mereka, penentuan penjabat kepala daerah tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif. Bentuk maladministrasi yang diduga dilakukan Tito Karnavian berupa penyimpangan prosedur serta pengabaian kewajiban hukum. Momentum puncaknya ada pada pelantikan penjabat gubernur pada 12 Mei 2022. Termasuk Pj Gubernur Gorontalo.
Berikut ini penjabat yang disebut tiga organisasi masyarakat pelapor Tito:
1.Al Muktabar (Sekda Banten) sebagai Pj Gubernur Banten
2.Ridwan Djamaluddin (Dirjen Minerba Kemen ESDM) sebagai Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
3.Akmal Malik (Dirjen Otda Kemendagri) sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat
4.Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bid Budaya Sportivitas Kemenpora) sebagai Pj Gubernur Gorontalo
5.Komjen (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bid Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kemendagri) sebagai Pj Gubernur Papua Barat.
“Terbaru, seorang perwira tinggi (pati) TNI yang masih aktif, yakni Brigjen Andi Chandra As’aduddin, ditunjuk menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat,” kata mereka.
Pelapor menilai ada potensi konflik kepentingan dan pelanggaran asas profesionalitas. Soalnya, mereka menduduki dua jabatan sekaligus secara aktif. Padahal konflik kepentingan dan pelanggaran asas profesionalitas tidak sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Tito juga dinilai menabrak sederet undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Mendagri dalam hal ini telah menempatkan penjabat kepala daerah secara tidak transparan dan akuntabel dan dalam penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah telah menerabas berbagai peraturan perundangan, seperti UU TNI, UU Polri, UU ASN, UU Pemilihan Kepala Daerah, hingga dua Putusan Mahkamah Konstitusi,” kata mereka.