PROSESNEWS.ID, Gorontalo – Di tengah berbagai tantangan dan keterbatasan, ada secercah harapan yang terus tumbuh. Dari lembah-lembah terpencil hingga pelosok desa, semangat untuk memajukan pendidikan tidak pernah padam, berkat perjuangan tanpa henti dari komunitas 1000 Guru.
Tahun ini, komunitas 1000 Guru Gorontalo merayakan ulang tahunnya yang ke-9 dengan penuh kebanggaan dan rasa syukur. Perayaan yang diadakan pada 3 Mei 2025 di Caffe Samping Kampus ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga sebuah simbol perjalanan panjang yang telah ditempuh oleh para sukarelawan, pengurus, dan semua pihak yang mendukung sejak pertama kali komunitas ini hadir di Gorontalo.

Selama sembilan tahun perjalanan ini, 1000 Guru Gorontalo telah menjelajahi medan-medan sulit untuk menyapa anak-anak yang haus ilmu pengetahuan. Mereka telah membuktikan bahwa pendidikan bukan hanya sekadar hak, tetapi juga sebuah perjuangan bersama yang memerlukan dedikasi tanpa batas. Meskipun mereka bekerja di daerah-daerah yang jauh dari keramaian kota dan penuh tantangan, semangat mereka tak pernah surut.
Dari Ibu Kota ke Pelosok Negeri
Komunitas 1000 Guru pertama kali didirikan di Indonesia pada tahun 2012 oleh Jemi Ngadiono, yang terinspirasi oleh pengalamannya sendiri dalam menghadapi sulitnya memperoleh pendidikan yang layak. Melalui program Traveling and Teaching (TnT), Jemi mengajak para sukarelawan dari berbagai latar belakang untuk berkeliling ke daerah-daerah yang indah namun terisolasi di Indonesia, sambil mengajar dan melakukan kegiatan sosial. Jemi ingin memberikan semangat kepada anak-anak untuk terus belajar dan berjuang meraih cita-cita meskipun mereka terbatas oleh kondisi.
“Saya pernah mengalami sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak, mulai dari tinggal di panti asuhan hingga bekerja serabutan agar bisa kuliah. Melihat kondisi sekolah-sekolah di pedalaman yang memprihatinkan, saya bertekad untuk memberikan mereka kesempatan yang sama untuk belajar dan mengejar cita-cita,” ujar Jemi, seperti yang pernah dilansir oleh Medcom.id.
Dari pengalaman pribadi tersebut, Jemi Ngadiono tidak hanya menyimpan luka dan perjuangan masa lalu sebagai kenangan, melainkan menjadikannya pijakan untuk menciptakan perubahan. Ia sadar bahwa akses pendidikan yang layak adalah hak setiap anak, tak peduli di mana mereka tinggal. Maka lahirlah komunitas 1000 Guru, sebagai gerakan sosial yang menjembatani kesenjangan pendidikan di pelosok negeri.

Dengan semangat dan komitmen yang tumbuh dari pengalaman hidupnya, Jemi mengajak para pemuda dari berbagai latar belakang untuk turun langsung ke daerah-daerah terpencil. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga berbagi semangat, memberikan inspirasi, dan menumbuhkan harapan baru bagi anak-anak yang sebelumnya jauh dari jangkauan dunia pendidikan yang layak.
Saat ini, 1000 Guru telah hadir di 43 kota dan daerah di seluruh Indonesia, dengan misi mulia untuk memperbaiki akses pendidikan bagi anak-anak di wilayah yang paling terisolasi sekalipun. Komunitas ini menjadi bukti nyata bahwa pengalaman pahit dapat menjelma menjadi kekuatan besar untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi banyak orang.
1000 Guru Gorontalo: Jejak Perjuangan yang Tak Pernah Padam
Di Gorontalo, komunitas ini didirikan pada tahun 2016 oleh Milan Amirullah dan sejumlah rekannya. Mereka memulai dengan program Traveling and Teaching pertama di SDN 7 Bone, Kabupaten Bone Bolango, pada 6–7 Mei 2016. Program ini mengajak anak muda dari berbagai latar belakang untuk mengunjungi tempat-tempat wisata sambil mengajar, berbagi pengalaman, dan memberikan pendidikan bagi anak-anak di daerah tersebut.
“Waktu kami memulai di tahun 2016, tidak ada yang mudah. Timnya masih sedikit, dukungan pun terbatas. Tapi kami yakin, selama niatnya tulus untuk pendidikan, jalan pasti terbuka. Traveling and Teaching pertama kami di SDN 7 Bone jadi titik awal. Dari situ, kami sadar bahwa kehadiran kita, sekecil apa pun, bisa berarti besar bagi anak-anak di pelosok,” kata Milan, mengenang saat merintis 1000 Guru Gorontalo.

Selama sembilan tahun perjalanan 1000 Guru Gorontalo, komunitas ini telah menghadapi berbagai tantangan, namun juga meraih banyak keberhasilan. Setiap perjalanan menjadi pengalaman berharga, di mana para sukarelawan tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga membangun harapan baru bagi anak-anak di pelosok. Mereka tidak hanya mengajar dalam pengertian sempit, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan yang menginspirasi banyak orang untuk turut berjuang dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Di bawah kepemimpinan Milan, kemudian dilanjutkan oleh Awal UI, Khadafi Alfvar, Julianur, dan kini Azhari Harahap, 1000 Guru Gorontalo telah melaksanakan lebih dari 51 kegiatan, yang terbagi dalam tiga program utama: Traveling and Teaching (TnT), Traveling and Giving (TnG), dan Traveling and Camping (TnC), belum termasuk kegiatan sosial dan kegiatan internal tim yang tidak tercatat.
Jejak Langkah Para Relawan: Mengukir Cerita di Pelosok Negeri
Menjadi bagian dari 1000 Guru Gorontalo bukan hanya tentang mengajar, tetapi tentang menyelami kehidupan, membangun koneksi, dan menemukan makna dalam kesederhanaan. Salah satu relawan, Ismawati, membagikan pengalamannya saat pertama kali bergabung dalam kegiatan Traveling and Giving (TnG) pada Februari 2023 silam. Kala itu, ia bersama tim melaksanakan kegiatan di Dusun Waolo, sebuah dusun terpencil di Kabupaten Bone Bolanego, yang berada di kawasan pegunungan.
Perjalanan menuju Waolo bukan hal yang mudah. Mereka harus mendaki selama dua jam untuk mencapai lokasi. Dusun itu belum dialiri listrik dan tak memiliki jaringan komunikasi, namun justru di situlah Ismawati menemukan hal yang tak ternilai: kehangatan dari masyarakat dan semangat anak-anak yang luar biasa tinggi dalam belajar. Ia yang bertugas sebagai tim dokumentasi, merekam banyak momen yang membekas hingga kini—termasuk tawa polos anak-anak saat mengikuti metode fun teaching yang dibawakan oleh para volunteer.
“Ketiadaan sinyal dan listrik membuat kami benar-benar hadir sepenuhnya di tengah-tengah mereka. Rasa kekeluargaan sangat kuat, dan momen itu jadi salah satu kenangan paling indah yang saya alami,” kenangnya.
Pengalaman di Dusun Waolo bukan hanya meninggalkan kesan, tetapi juga menumbuhkan tekad. Sejak itu, Ismawati terus aktif mengikuti berbagai kegiatan 1000 Guru Gorontalo, karena ia percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil.
“Harapan saya kepada 1000 Guru Gorontalo, semoga komunitas ini semakin bertumbuh dan berkembang. Bisa menyalurkan energi positif dan dapat menjangkau setiap sudut kecil di Provinsi Gorontalo maupun daerah-daerah sekitarnya. Dengan langkah kecil ini, semoga bisa menyalakan sedikit api semangat belajar bagi anak-anak atau masyarakat. Sehingga pendidikan di Provinsi Gorontalo bisa lebih baik dan berkualitas,” ungkapnya.
Bagi para relawan seperti dirinya, 1000 Guru bukan hanya soal berbagi ilmu—tetapi juga tentang menyalakan harapan di tempat-tempat yang selama ini nyaris tak tersentuh.
Menggapai Harapan Bersama
Seiring bertambahnya usia, 1000 Guru Gorontalo tidak hanya berkembang dalam jumlah, tetapi juga semakin mendalam dalam menjalankan misinya. Pada perayaan ulang tahun yang ke-9 ini, pengurus dan sukarelawan kembali mengenang perjalanan panjang yang telah ditempuh. Mereka juga mengundang seluruh tim dan relawan yang telah terlibat sejak awal untuk merayakan pencapaian ini bersama-sama.

Meskipun telah mencapai banyak hal, Milan Amirullah dan para penggerak 1000 Guru Gorontalo tetap berkomitmen untuk terus memperluas jangkauan mereka. Mereka ingin lebih banyak anak di daerah-daerah terpencil yang merasakan manfaat dari pendidikan yang layak. Visi besar ini bukan hanya milik penggagas, tetapi juga menjadi harapan bagi seluruh komunitas dan masyarakat Gorontalo.
Dengan semangat yang terus menyala, 1000 Guru Gorontalo akan terus berjuang, menembus segala medan sulit, dan memberikan harapan akan pendidikan yang lebih baik di masa depan. Di balik setiap pelajaran yang diberikan, ada impian yang tumbuh—sebuah cita-cita untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak Indonesia.
TnT Spesial Hardiknas 2025
Dalam waktu dekat, 1000 Guru Gorontalo akan kembali menggelar kegiatan Traveling and Teaching (TnT) ke-27 yang kali ini dikemas secara spesial dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung pada 16–18 Mei mendatang dan akan mengambil lokasi pengabdian di SDN 12 Atinggola, sebuah sekolah dasar yang berada di wilayah pesisir utara Kabupaten Gorontalo Utara.
Sebagaimana kegiatan TnT sebelumnya, para relawan tidak hanya akan mengajar dan berbagi motivasi kepada siswa-siswi di sekolah tujuan, tetapi juga akan menjalani pengalaman sosial yang menyeluruh—menjalin interaksi dengan masyarakat lokal, memahami kondisi pendidikan di daerah, dan menjadi bagian dari upaya kolektif membangun harapan lewat pendidikan.
Setelah kegiatan pengabdian di sekolah, para relawan juga akan diajak mengeksplorasi keindahan alam Gorontalo Utara dengan mengunjungi Air Terjun Bitule Water Sport, sebuah destinasi wisata alam yang menyuguhkan pemandangan air terjun jernih yang menyatu dengan lanskap hutan tropis. Lokasi ini menjadi ruang penyegaran jiwa dan refleksi setelah proses belajar dan berbagi selama kegiatan berlangsung.
Saat ini, tim 1000 Guru Gorontalo tengah membuka pendaftaran bagi relawan yang ingin bergabung dalam kegiatan ini. Dengan kontribusi sebesar Rp350.000, peserta akan mendapatkan berbagai fasilitas, termasuk transportasi dari dan ke lokasi, konsumsi selama kegiatan, donasi untuk sekolah tujuan, serta e-sertifikat sebagai bentuk apresiasi.
Bagi yang tertarik untuk bergabung dan menjadi bagian dari gerakan pendidikan di pelosok negeri, dapat langsung mengunjungi akun Instagram resmi mereka di @1000_guru_gorontalo dan akun Facebook resmi 1000 Guru Gorontalo. Kamu juga bisa menghubungi narahubung di 0821-9363-1850 (WA) untuk informasi lebih lanjut.
Lebih dari sekadar perjalanan, TnT ke-27 ini adalah ruang untuk belajar, berbagi, dan menebar inspirasi. Karena dari setiap langkah yang kita ambil, bisa tumbuh harapan baru bagi masa depan anak-anak Indonesia.