PROSESNEWS.ID – Di tengah kemeriahan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Gorontalo periode 2025-2030 di Istana Negara pada Kamis (20/2/2024), polemik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Gorontalo menjadi isu yang perlu mendapat perhatian serius dari Gubernur Gusnar Ismail dan Wakil Gubernur Idah Syahidah.
Hal ini disampaikan oleh Aktivis Boalemo asal Kecamatan Paguyaman Pantai, Gunawan Rasid. Ia menekankan, persoalan PETI yang marak diperbincangkan di Gorontalo harus segera ditangani oleh Gusnar Ismail dan Idah Syahidah sebagai pemimpin baru di provinsi ini.
Menurutnya, hingga kini belum ada sikap tegas dari Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menertibkan aktivitas pertambangan ilegal tersebut. Oleh karena itu, ia menilai perlu adanya dorongan dari Gubernur dan Wakil Gubernur untuk memastikan APH mengambil tindakan tegas guna menutup aktivitas ilegal ini.
“Pertambangan Tanpa Izin di Gorontalo belum tuntas disikapi oleh Aparat Penegak Hukum, salah satunya di Kabupaten Boalemo (Kecamatan Mananggu, Dulupi, Wonosari, dan Paguyaman) yang sempat dihentikan sementara, namun masih ada operasi diam-diam oleh oknum-oknum tertentu,” ujar Gunawan.
Ia menambahkan, aktivitas PETI ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
“Sudah jelas sesuai hukum, aktivitas ini ilegal. Jika masih ada yang beroperasi secara diam-diam, artinya tidak ada sikap tegas dari Aparat Penegak Hukum. Belum lagi, gejolak ini memunculkan konflik sosial, lingkungan, dan hukum,” tutur Gunawan.
Sebagai mantan Sekretaris Umum HMI Cabang Gorontalo, Gunawan menilai banyaknya titik pertambangan di Gorontalo seharusnya menjadi anugerah bagi daerah. Namun, jika pertambangan dilakukan secara ilegal, justru akan merugikan daerah karena kehilangan potensi pajak dan royalti. Menurutnya, keuntungan malah dinikmati oleh cukong-cukong tertentu.
Selain dampak hukum, ia juga menyoroti dampak lingkungan akibat aktivitas PETI, seperti kerusakan ekosistem dan polusi udara yang berisiko terhadap kesehatan masyarakat.
“Saya memahami kondisi batin masyarakat yang menambang secara manual. Mereka pasti enggan dihentikan aktivitasnya karena ini adalah sumber penghidupan mereka. Tapi, masyarakat perlu menunggu dulu kejelasan perizinan,” tegas Gunawan.
Di akhir pernyataannya, Gunawan berharap agar di bawah kepemimpinan Gusnar Ismail dan Idah Syahidah, permasalahan PETI di Gorontalo bisa mendapatkan perhatian serius. Ia meminta gubernur untuk mendorong APH menutup seluruh aktivitas PETI sembari menunggu proses perizinan yang jelas.
“Ini ilegal, tutup dulu aktivitasnya secara total sembari menunggu proses pengurusan izin yang jelas. Karena itu, saya meminta Gubernur Gusnar Ismail untuk memberi intervensi penegasan kepada APH agar menutup aktivitas PETI. Jika pertambangan ini sudah legal, tentu dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan demikian, tingkat kemiskinan di Gorontalo bisa perlahan menurun di bawah kepemimpinan Gusnar Ismail dan Idah Syahidah,” pungkasnya.