Dalih Pembangunan tidak boleh merusak lingkungan. Sebaliknya, dalih lingkungan tidak boleh menghambat pembangunan. Ketiga kutub yaitu ekologi, ekonomi dan sosial/manusia harus dalam titik keseimbangan.
Artinya, bahwa potensi kekayaan alam termasuk tambang emas, harus dikelola dengan mengacu pada tiga kutub tersebut. Tidak merusak lingkungan secara destruktif, memberikan manfaat ekonomi, dan pula tidak membuat keresahan sosial, konflik di masyarakat.
“Untuk kasus Pertambangan Tanpa Izin (PETI), saya pastikan tidak memenuhi ketiga kutub tersebut. Dampak lingkungan yang diakibatkan, akan merusak secara destruktif, dampak ekonomi bersifat sesaat dan hanya menguntungkan oknum-oknum tertentu, dan sudah pasti menimbulkan dampak keresahan sosial berupa konflik pro dan kontra,” kata Ketua Dewan Pakar KAHMI Parigi Moutong, Hengky Idrus. Jum’at, (26/02/2021).
Menurutnya, PETI tidak akan terjadi, jika seluruh stakeholder penentu pengambil kebijakan konsisten dan tegas jalankan tugasnya, termasuk aparat penegak hukum yang diberikan kewenangan.
Pada kasus PETI Parigi Moutong kata Hengky, terjadi pertemuan kepentingan para pihak. Yaitu rakyat berkepentingan cari nafkah, cukong mencari uang sebesar-besarnya, serta oknum mencari penghasilan tambahan dan seterusnya.
Tidakkah cukup kasus PETI Poboya menjadi pelajaran? lingkungan menjadi rusak, dan uang yang didapat dari PETI akan habis dan masyarakat kembali miskin, lalu para cukong pergi dengan membawa pundi-pundi kekayaan.
“Solusinya adalah tutup seluruh PETI di Kabupaten Parigi Moutong, dan dorong percepatan penambangan emas secara legal, baik korporasi maupun pertambangan rakyat,” ketusnya.
Kenapa harus didorong penambangan secara legal ? Menurut Presidium PENA 98 Sulawesi Tengah ini, agar pengelolaan lingkungan akan mengacu kepada AMDAL. Rakyat setempat bisa direkrut menjadi tenaga kerja, ada protap K3 dan asuransi pekerja, daerah mendapat PAD dan lain sebagainya.
“Sebagai stakeholder masyarakat sipil, saya meminta Pemda dan DPRD untuk lakukan dialog terbuka soal masalah PETI ini. Hadirkan seluruh Forkompida terkait dan perwakilan masyarakat sipil,” pintanya.
Lanjut Ketua Dewan Pakar KAHMI Parigi Moutong, jangan jadi kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu. Akhirnya, ‘sakit gigi’ massal. Penyebab kematian korban adalah longsor di lokasi PETI. Jadi, yang perlu diusut itu bukan penyebab longsornya, tapi PETInya.
“Teriring doa buat seluruh korban PETI Buranga dan sebelum-sebelumnya. Semoga ke depan, kita tidak mendengar lagi ada korban akibat PETI,” harapnya. (rls)