PROSESNEWS.ID – Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menyoroti soal koordinasi, hak dan kewenangan kepala daerah seiring dengan UU Nomor 23 Tahun 2014. Posisi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) sebagaimana amanah PP No. 33 Tahun 2018 belum berjalan dengan baik.
“Peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah sepertinya terputus, padahal pengawasannya menjadi tanggungjawab gubernur,” buka Rusli saat diwawancarai wartawan usai membuka Rapat Asistensi dan Supervisi LPPD dalam rangka Penguatan Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah pusat di Daerah bertempat di Hotel Aston, Kota Gorontalo, Selasa (6/7/2021).
Biro Pemerintahan dan Kesra mencatat peran Gubernur sebagai GWPP menjadi tidak maksimal karena harus berbagi dengan instansi vertikal. Padahal secara regulasi sesuai PP 33 Tahun 2018 Kepala Instansi Vertikal dilantik oleh Gubernur.
Begitu juga dengan penetapan Sekda Kabupaten/Kota yang semestinya diserahkan kepada Gubernur selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Faktanya, UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 114 ayat (5) menyebut bahwa khusus untuk Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang memimpin Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten/Kota sebelum ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota dikoordinasikan dengan Gubernur.
Kata koordinasikan menjadi bias. “Koordinasikan” sering dianggap tidak penting. Di sisi lain banyak kejadian penetapan Sekda terdapat konflik kepentingan.
“Begitu juga hak dan kewenangan. Contohnya aspirasi jalan. Jalan itu kan sudah dibagi jadi kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten kota. Banyak yang tidak mengerti,” imbuhnya.
Rusli berharap melalui asistensi LPPD oleh Kemendagri, maka koordinasi serta hak dan kewenangan pemerintah daerah menjadi lebih efektif dan efisien. Pada gilirannya rakyat sebagai obyek sekaligus subyek pembangunan bisa terlayani dengan baik.