![](https://prosesnews.id/wp-content/uploads/2021/05/WhatsApp-Image-2021-05-01-at-1.18.30-PM-e1619846446145.jpeg)
Omnibus law dalam wajah Undang-undang Cipta Kerja merupakan produk hukum yang dirancang guna memikat para investor asing untuk masuk ke Indonesia, agar dapat mendorong peningkatan perekonomian negara.
Undang-undang yang disahkan pada bulan oktober tahun lalu ini, sempat menjadi dalang dari drama panjang penuh polemik dan kontroversi.
Banyak ekonom, politisi dan tokoh-tokoh publik lainnya yang berpendapat, bahwa omnibus law dapat mendongkrak lapangan kerja dan menarik investor asing untuk masuk ke Indonesia.
Chatib Basri, Febrio Kacaribu, Luhut Pandjaitan, dan Josua Pardede adalah contoh dari beberapa tokoh yang berpendapat bahwa omnibus law akan memikat para investor dan mendorong pemulihan dan peningkatan ekonomi.
“Peningkatan investasi akan mendorong kesinambungan pertumbuhan ekonomi di Indonesia kedepannya. Sementara undang-undang cipta kerja diharapkan akan mendorong investor dan pengusaha untuk berinvestasi di dalam negeri mempertimbangkan labor cost Indonesia saat ini relatif mahal dan bahkan tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas, dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Vietnam,”papar Josua Pardede.
Tak jauh beda, tokoh-tokoh lainnya juga menyampaikan pendapat yang hampir serupa. Di mana, intinya omnibus law adalah strategi hukum untuk meningkatkan investasi dalam negeri.
Namun pada faktanya, empat bulan setelah undang-undang cipta kerja disahkan, yakni pada bulan februari 2021, Indonesia untuk kesekian kalinya harus menyerah dan kalah bersaing berebut investor asing.
Dua kabar hangat yang gagal menempati headline news media berita pada bulan februari kemari, adalah Indonesia yang harus tepuk jidat karena gagal memikat Apple yang lebih memilih Vietnam, dan gigit jari karena Tesla Inc lebih tertarik ke India.
Dari pandangan umum, patut disayangkan ketika hal tersebut terjadi meskipun omnibus law telah diterapkan, serasa ingin menertawai setiap statement para pihak pemuja omnibus law, namun tidak etis karena lagi-lagi menyangkut negeri sendiri.
Lalu bagaimana dengan kabar para buruh? Sebelum dan setelah omnibus law dalam hal ini undang-undang cipta kerja disahkan, serikat buruh juga merupakan aktor yang berperan dalam drama aksi protes pada kuartal terakhir tahun 2020 yang lalu, termasuk di Provinsi Gorontalo.
Persoalan hak, jam kerja, outsourcing, upah hingga pesangon dinilai merugikan para buruh. Aksi protes yang perlahan-lahan redup bukan karena buruh sudah pasrah dengan segala ketentuan yang ada, tetapi karena keberadaan dan perkembangan covid-19 yang masih menjadi trending problem di Indonesia.
1 Mei atau akrab disebut May Day adalah peringatan hari buruh internasional. Segera akan kembali diketahui situasi dan kondisi para buruh setelah delapan bulan omnibus law disahkan.
Menurut informasi yang banyak menghiasi media berita saat ini, serikat buruh akan melakukan aksi peringatan hari buruh internasional. Dalam aksi tersebut terdapat tuntutan mengenai kebijakan pemerintah dimasa covid-19, dan tentunya juga menyangkut omnibus law.
Serikat buruh kabarnya akan melakukan aksi di gedung Mahkamah Kontitusi untuk menuntut dibatalkannya undang-undang cipta kerja.
Sebagai masyarakat umum, penulis cukup menantikan aksi buruh di Gorontalo. Selain terkait upah minimum di Gorontalo yang bisa dibilang rendah, kemungkinan ada beberapa hal lain yang menjadi tuntutan para buruh di bumi serambi madinah.
Penulis : Farisandy R. Baeda