
Penulis: Sandy Syafrudin Nina (Koordinator Relawan Rumah Zakat Gorontalo)
PROSESNEWS.ID – Tadi malam, saya mengunjungi keluarga korban lakalantas di Gorontalo yang ditabrak konteiner; seorang akhwat bercadar yang juga sebagai sesama rekan pejuang kemanusiaan di lembaga Rumah Zakat.
Rumah sederhana berdindingkan papan kayu itu ternyata menyimpan kisah seorang akhwat yang begitu indah baktinya kepada kedua orang tuanya. Rumah sederhana yang tersembunyi di dalam pegunungan itu, ternyata bisa mengajarkan saya sesuatu yang penting; jaminan untuk mendapatkan surga Allah.
Saat sesampainya di rumah keluarga, saya langsung memeluk ayah korban, lalu mengatakan; “saya mewakili rekan-rekan Relawan Rumah Zakat di seluruh Indonesia dan para pimpinan pusat Rumah Zakat ikut mendoakan adik Cindrawati Rahman, kami semua bersedih,” kalimat saya itu disambut dengan tetesan air mata dari ayahanda korban.
Saya pun hadir untuk menghibur hati ayah dan ibunda korban, saya mengisahkan perjuangan-perjuangan adik Cindrawati Rahman saat bertugas di dapur umum yang disiasati Rumah Zakat dalam merespon banjir besar meluapnya Danau Limboto, Kabupaten Gorontalo. Cerita-cerita kebaikan adik Cindrawati ini, disambut senyum indah ibu dan ayahnya.
Tak selesai di situ, ibunya mengisahkan bahwa Cindrawati adalah sosok anak yang tak pernah sedikitpun membentak orang tuanya.
“Anak kami pak, tak pernah sedikitpun membentak apa yang menjadi kemauan kami untuknya, dia selalu menuruti kemauan kami sebagai orang tuanya,” ujar sang ibu dalam dialek khas Gorontalo.
Ayahandanya pun menambahkan: “anak perempuan saya ini kan belajar di kampus di Kota Gorontalo sana, ketika dia pulang di kampung kami, keluarga dan masyarakat sekitar sini tak ada yang tahu bahwa dia ada di kampung, tapi saat dia mau kembali ke kota barulah mereka sadar anak saya ada di rumah kami nanti saat ia bersiap-siap di antar oleh kami. Anak kami, setiap kali pulang ke rumah dia lebih banyak berdiam diri di rumah dan mengerjakan urusan rumah.”
Saya juga sedikit menanyakan, bagaimana kondisi keluarga saat menerima jenazah Cindrawati Rahman.
“Wajahnya sudah tak jelas pak. Tapi bagian tubuh yang lain utuh,” jawab ayahanda dari korban.
Dari cerita langsung inilah saya akhirnya mengerti, kenapa adik Cindrawati Rahman kematiannya didoakan banyak orang, bahkan orang yang tak mengenalinya kini ikut mendoakannya. Dan meninggalnya dirinya dalam keadaan tertutup auratnya, dan wajahnya tak diizinkan Allah untuk dilihat oleh sembarang laki-laki; kita memang akan meningal sesuai kebiasaan kita.
Pada akhirnya cerita-cerita tentang indah dan buruknya sebuah kematian semua itu menjadi nasihat terbaik bagi kita, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah; sebaik-baiknya nasihat adalah kematian.
Ibu, ayah, dan semua keluarga korban yang saya temui malam itu tak lupa menyampaikan rasa terima kasih mereka kepada Rumah Zakat yang peduli terhadap anak mereka.
“Kami sampaikan terima kasih kepada Rumah Zakat, bahkan bagi kami sekadar datang pun itu sudah cukup. Namun kami sangat berterima kasih atas apa yang diberikan,” disampaikan oleh ayahanda Cindrawati.
Sobat pejuang semuanya, mengakhiri tulisan ini saya teringat satu hadits yang mahsyur bagi mereka yang masih memiliki orang tua,
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim no. 2551).
Berbahagialah dik Cindrawati Rahman, engkau meninggal dunia alam keadaan ibu dan bapakmu ridho terhadap dirimu; sehingga Allah pun menggerakkan banyak orang mendoakanmu, dan wajahmu tak diizinkan oleh Allah terlihat oleh lelaki manapun yang ada di Bumi.
Senin, 1 November 2025, di rumah duka rekan pejuang kemanusiaan relawan Rumah Zakat Gorontalo.











