
PROSESNEWS.ID, BUTON TENGAH – Beberapa waktu lalu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merilis daftar daerah yang kurang inovatif. Dalam rilis tersebut menyebutkan kalau Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) termaksud daerah yang disclaimer atau tidak dapat dinilai inovasinya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (Litbang Kemendagri), Agus Fatoni.
Menanggapi hal itu, Kepala bidang Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah (P2EPD) Bappeda Buteng, I Ketut Siwayasa mengatakan kalau saat ini pihaknya terus berbenah dan mengejar ketertinggalan.
Menurut Ketut, rendahnya skor indeks atau disclamernya inovasi di Buteng saat itu dipicu karena kurang maksimalnya pelaporan di tahun 2020.
“Memang benar kalau tahun 2020 Buteng itu disclaimer soal inovasi daerahnya, karena ada pelaporan (input) tapi tidak ditunjang dengan kelengkapan data . Akan tetapi ditahun 2021,Buteng tidak lagi seperti tahun 2020 kemarin,” tutur I Ketut Siwayasa, Kabid P2EPD Bappeda Buteng saat ditemui diruang kerjanya, Senin (20/06/2022).
Karena, lanjut, pihaknya telah melakukan pendataan inovasi daerah yang di upload ke IGA (Indeks Goverment Award).
Apalagi sejak tahun 2021, Pemda Buteng (Bupati) telah komitmen dengan menandatangani aplikasi pelayanan publik dengan Kemendagri Balitbang yang dikenal dengan sebutan aplikasi ‘Puja Indah’.
“Dalam aplikasi tersebut (Puja Indah) terdiri atas 13 aplikasi pelayanan publik seperti diantara aplikasi kesehatan, pendidikan, BNPB dan lain sebagainya,” katanya.
Sehingga karena telah dilakukan pelaporan terhadap sejumlah inovasi daerah, Buteng tidak lagi disclaimer.
“Berdasarkan lampiran Keputusan Kemendagri Nomor 002.6-5848/tahun 2021 tentang indeks inovasi daerah Provinsi, Kabupaten/Kota tahun 2021, Buteng memiliki skor indeks 23,48 yang artinya ada peningkatan,” tambahnya.
Angka tersebut, terang Ketut, membawa Buteng sebagai daerah yang masuk dalam kategori kurang inovatif bukan lagi disclaimer.
Diakuinya sebenarnya Pemda Buteng memiliki banyak inovasi daerah, hanya saja faktor pendukungnya yang kurang.
“Nanti saat di input ke IGA, banyak diminta administrasi pendukung seperti tim inovasinya siapa, penggagas inovasinya siapa dan rancang bangunnya bagaimana (sejumlah indikator dalam menentukan indeks). Kemudian nanti semua itu akan diputuskan oleh kepala dinas atau Bupati,” bebernya.
Olehnya itu, masih kata Ketut, tahun 2022 pihaknya berharap agar skor indeks akan meningkat dibanding tahun sebelumnya.
“Tentu kita berharap agar tahun 2022 ini skor indeknya berubah dari kurang inovatif menjadi inovatif. Untuk penginputan data kita sudah siap dan menunggu aplikasi dari Kementerian terbuka agar bisa dilakukan penginputan,” jelasnya. (Adv)
Reporter : Win