PROSESNEWS.ID — Balai Litbang Agama Makassar Kementerian Agama Republik Indonesia, bersama Pusat Inovasi Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Gusdurian Gorontalo, dan Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah menggelar Workshop Fiqh Pencegahan Bunuh Diri di Hotel Aston Gorontalo, Senin (18/9/2023). Di kegiatan itu, mereka membahas pentingnya Fiqh Pencegahan Bunuh Diri di Gorontalo.
Plt Gubernur Gorontalo, Ismail Pakaya yang hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan tersebut sebagai upaya bersama dalam menurunkan angka bunuh diri di Gorontalo. Pasalnya, sejak dirinya menjabat, angka bunuh diri di Gorontalo cenderung meningkat.
“Kami sudah membuat layanan konseling gratis dengan melibatkan dinas kesehatan dan perlindungan perempuan dan anak untuk memberikan akses layanan psikologis yang mudah dijangkau masyarakat,” kata Ismail Pakaya dalam sambutannya.
Adapun pada aspek pendidikan, kata Ismail, pihaknya juga telah memperkuat kalangan pendidik terutama di tingkat SMP dan SMA agar mereka tidak tidak terjerumus ke hal yang sangat keliru tersebut. Langka itu diambilnya karena pelaku bunuh diri juga dilakukan oleh pelajar. Olehnya, dirinya sangat sepakat jika ada Fiqh pencegahan bunuh diri di Gorontalo.
Kepala Balai Litbang Agama Makassar, Saprillah mengatakan, pihaknya sengaja melibatkan berbagai kalangan dalam perumusan fiqh pencegahan bunuh diri sebagai bentuk kolaborasi dan upaya integrasi dalam memadukan pendapat sebagai upaya membangun landasan fiqh yang lebih kaya dalam perumusan pencegahan bunuh diri.
“Strategi kolaborasi pun dimaksudkan untuk melibatkan semua kalangan dalam menurunkan angka bunuh diri yang cenderung tinggi terjadi di Gorontalo,” kata Saprillah
Secara statistik, kata Saprillah, Gorontalo termasuk provinsi yang termasuk 10 besar sebagai daerah terbahagia di Indonesia. Hal ini cenderung menjadi anomali bila melihat angka bunuh diri cukup tinggi. Di sisi lain, katanya, pesan agama baik melalui khotbah, ceramah, tausiyah dan lainnya lebih cenderung mengedepankan menyiapkan kematian (akhirat) ketimbang mempersiapkan menjalani kehidupan.
“Olehnya, kita membuat Workshop Fiqh Pencegahan Bunuh Diri ini untuk membaca lebih dalam guna memperkaya dan menggali soal bunuh diri di Gorontalo,” jelasnya
Sementara, Direktur PIU UNG Funco Tanipu mengungkapkan, di tahun 2020-2021 Gorontalo mencapai angka ketiga sebagai daerah yang memiliki angka percobaan bunuh diri di Indonesia. Katanya, selain gantung diri, upaya bunuh diri dilakukan juga dengan meminum racun. Di tahun 2013 – 2014, di salah satu desa di Gorontalo bahkan lebih dari lima kasus bunuh diri dengan menggunakan racun pembasmi hama.
“Di tahun 2023, angka bunuh diri Gorontalo lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, termasuk Gunung Kidul di Yogyakarta. Kami menduga data ini akan meningkat lagi jika tidak diantisipasi,” kata Funco Tanipu
Meskipun sejak bulan Juni pemberitaan bunuh diri mulai dikurangi, namun di bulan Agustus justru meningkat dengan total kejadian 6 kasus. Funco menyampaikan bahwa hal itu mengindikasikan bahwa faktor pemberitaan bukanlah menjadi hal yang mentrigger orang untuk melakukan bunuh diri.
“Di sisi lain, tingkat literasi Gorontalo terutama literasi tentang kesehatan mental tergolong rendah,” jelasnya
Menurutnya, untuk melakukan upaya penurunan bunuh diri, dibutuhkan beragam upaya pendekatan semisal, pendekatan yuridis melalui aturan seperti Peraturan Gubernur, Walikota dan Bupati. Penting juga untuk endekatan ruang, mengingat pelaku lebih banyak terjadi di kalangan rural atau pedesaan, sebab selama ini pendekatan masih sebatas pendekatan berpola urban.
Selain itu perlu juga pendekatan aktor, yakni dengan melibatkan kalangan tokoh masyarakat semisal cendekiawan dan tokoh agama. Hingga menggunakan pendekatan ritual/tradisi yakni dengan meningkatkan sosialisasi pencegahan pada ritual adat dan agama.
Pendekatan literasi pun dilakukan untuk meningkatkan pemahaman orang dalam memahami peristiwa bunuh diri, terutama masyarakat yang cenderung membagikan peristiwa bunuh diri melalui social media dan cenderung menganggap hal tersebut sebuah kenormalan.
Olehnya, kata Funco, Fiqh Pencegahan Bunuh Diri bisa menjadi solusi dan diharapkan bisa menjadi naskah akademik serta menjadi landasan yuridis dalam perumusan aturan berupa peraturan daerah (Perda).